Search Engines with English Only

Custom Search

Search Engines with Various Languages

Custom Search

Amazon Associates Rotating Banner

AdHitz – Image and Flash Ads

Leaderboard Display Ads

RevenueHits Top Bar

Jawa Pos National Network (JPNN)

Saturday, April 2, 2016

Luar Biasa…! SBY Sindir JOKOWI Tentang “Warung Kopi” dan Pakai “Sandal”……?!



Pak SBY memang tidak ada matinya, belum selesai cerita keberhasilannya. Setelah sebelumnya memberikan data menipu, kini mengulang kembali kisah kesuksesannya soal menteri kompak.

Bahasan menteri kompak ini sebenarnya sudah lama, namun waktu itu Penulis tidak membahasnya karena cukup berprikemantanan, waktu itu cukuplah saya ingatkan tentang Hambalang. Tapi berhubung kini Pak SBY kembali mengulang cerita kesuksesannya, maka Penulis akan menjawab curhatnya. Selamat datang di “Penulis Menjawab”


Jujur Penulis salut dengan SBY jika benar ceritanya sebijak dan seheroik itu. Tapi publik harus tau, SBY tidak mau menerima tawaran menteri karena saat itu posisi Gusdur yang keluarkan dekrit memang sudah sangat lemah secara politik. Sehingga posisinya sebagai Presiden sudah hampir pasti diganti oleh Megawati yang saat itu menjadi Wapres.


Penulis melihat SBY bukannya mundur karena tidak sepemikiran, melainkan karena desakan politik yang memintanya mundur dari Menko Polsoskam karena Gusdur sedang bersitegang dengan DPR. Selain itu SBY pasti tau resikonya jika bertahan dengan Gusdur: karir politiknya terhambat. Sebab Megawati hampir pasti jadi naik posisi menjadi Presiden. Itulah kenapa SBY memilih mundur dan secara otomatis berada di zona aman bersama Megawati. Sehingga benar saja saat Megawati naik jadi Presiden, SBY dilantik jadi Menko Polkam.
 

Dari kacamata Penulis, saya tidak melihat sikap bijak dari keputusan mundur dan tidak mau menerima jabatan menteri. Mundurnya pun bukan karena tidak sepemikiran, melainkan ingin mengamankan posisi Menko Polsoskam, yang kalau bertahan dengan Gusdur dan Megawati naik jadi Presiden, SBY tak akan masuk dalam jajaran menterinya.
Jadi Pak SBY jangan ajari kami etika politik. Sebab yang dilakukan SBY adalah strategi kepentingan politik dan kekuasaan.
 

Penulis mengakui bahwa menteri di era SBY memang kompak. Jarang ada kegaduhan antar menteri. Tapi saya lihat itu karena SBY cukup diktator dalam memimpin. Sehingga semua harus sesuai kemauan SBY. Semua harus sependapat dan sepakat karena hampir semua parpol dirangkul yang membuat semua kebijakan berakhir politis. Rakyat tidak dilibatkan dalam alam demokrasi. Kalaupun rakyat demonstrasi, tidak ada yang didengar. Salah satu bukti konkritnya adalah narapidana bisa tetap jadi ketum PSSI. Semua yang berseberangan bungkam perlahan dan senyap.
 

Kegaduhan paling besar mungkin saat KPSI vs PSSI. Namun SBY juga berhasil meredamnya dengan mengakomodir mafia KPSI untuk masuk dan menguasai PSSI, tentu saja via Menpora yang sering menganalisa video porno.

Jadi kalau dulu menteri dan politisi Demokrat banyak korupsi, itu karena semua kebijakan berdasarkan hitungan politis. “20% dari APBN milik Demokrat” seperti pengakuan Anggelina Sondakh. Rakyat tidak dilibatkan dalam memberi masukan dan pendapat. Menteri-menteri juga tidak dibolehkan menyampaikan pendapat ke publik agar rakyat bisa menilai. Semua diselesaikan di dalam sidang -kalau tidak mau disebut semua dibungkam.
 

Kondisinya berbeda dengan sekarang. Contoh saat Sudirman Said dan Rizal Ramli beda pendapat soal darat dan laut blok Masela, publik diberi pencerahan dan pengetahuan. Kalau di darat positif negatifnya apa, kalau di laut bagaimana? Semua terang benderang dan terbuka. Sehingga rakyat juga ikut mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Bersama-sama.

Bahwa Presiden memutuskan blok Masela dibangun di darat, itu sudah hasil pertimbangan dari berbagai pihak yang tentunya setelah mendengar suara masyarakat. Rakyat biasa pun kini tahu bahwa ada blok Masela. Bisa kita pantau bersama-sama.

Itulah hikmah dari kegaduhan yang dipandang negatif oleh SBY. Tapi menurut Penulis kegaduhan seperti ini jauh lebih baik ketimbang rukun damai tapi tiba-tiba publik dikejutkan dengan bangunan super besar namun tanahnya geser: Hambalang. Ini namanya diam-diam Hambalang.


Kalau Pak SBY membanggakan menterinya akur dan damai, itu cara usang yang perlu ditinggalkan. Lagipula menteri juga rakyat biasa yang bebas memberi tahu rakyat tentang pandangannya. Tidak boleh dilarang-larang oleh Presiden seperti zaman SBY. Itu namanya otoriter Suharto. Rakyat juga perlu tau, karena negara ini milik bersama. Kabinet dan pemerintah hanya pembantu pelaksana. Tidak boleh ada lagi kabinet diam-diam Hambalang.




Untuk argumentasi satu ini sepertinya Pak SBY sudah menjadi kaum Salawi tapi jalur VIP bersama para pengamat-pengamat sok peduli tapi sebenarnya berniat menjatuhkan Jokowi.
Jadi begini Pak SBY, soal jonan tidak mengizinkan kereta cepat itu sudah benar. Sebab izin pembangunan belum dikeluarkan oleh Kemenhub.
 

“Semua studi engineering, termasuk studi tanah, harus lengkap,” kata Jonan seusai peresmian Bandar Udara Harun Thohir di Bawean.
 

Studi tanah itu di antaranya mengenai hidrologi dan hidraulika untuk mekanika tanah. Jonan menggambarkan, daerah rencana trase pembangunan kereta api cepat itu bisa jadi merupakan daerah yang rawan longsor. Jadi studi teknik yang lengkap dibutuhkan untuk mengetahui potensi dan risiko di sana.


Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum menyatakan terdapat sebelas dokumen yang harus dipenuhi PT KCIC.
 

Sebelas dokumen itu adalah surat permohonan, rancang bangun, gambar teknis, data lapangan, jadwal pelaksanaan, spesifikasi teknis, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), metode pelaksanaan, izin lain sesuai dengan ketentuan perundangan, ada izin pembangunan, dan 10 persen lahan sudah dibebaskan.
 

Itu semua bukan mempermalukan Presiden. Tapi menteri yang taat pada aturan. Jika memang aturannya begitu, maka harus dilaksanakan persis seperti itu. Kalau memang ada aturan yang dinilai menghambat, mari dibahas bersama. Tapi jika tidak, maka aturan harus ditegakkan. Ingat, jangan diam-diam Hambalang. Jagan sampai setelah tanahnya bergeser, baru kita tau ada bangunan megah Hambalang. Ini kan berarti tidak sesuai prosedur. Nah begitupun dengan kereta api cepat.




Untuk yang terakhir ini saya kurang paham maksud Pak SBY. Kenapa bawa-bawa warung kopi? Lagipula apa yang salah dengan warung kopi? Lebih baik lembaga terhormat jadi warung kopi dibanding jadi tempat prostitusi yang semuanya serba pamer paha dada demi dana APBN. Nah lho yang baca pasti ikutan bingung. Haha sekali-kali bolehlah Penulis niru SBY.






Lalu sendal? Ini apa maksudnya saya juga kurang paham. Tapi kalau ada petani mau bertemu Presiden Jokowi ya silahkan saja pakai sendal jepit, bawa proposal juga tak masalah. Kan warganya sendiri?




Namun sampai di sini saya merenung sejenak. SBY menyinggung state dan fasilitas Presiden. Lalu sendal dan warung kopi. Karena ucapan SBY sering tidak jelas dan hanya SBY sendiri yang paham, maka terpaksa Penulis tafsir-tafsirkan. Mungkin yang dimaksud SBY adalah supaya Jokowi menggunakan fasilitas Presiden. Jangan pakai sendal jepit pas bertemu warga, jangan naik pesawat ekonomi meski urusan keluarga dan seterusnya. Presiden itu harus seperti SBY contohnya, kalau datang harus disambut anak-anak SD bawa bendera kecil. Atau hotel penginapannya harus serba biru dan seterusnya.
 

Kemudian SBY juga mempermasalahkan relawan. Katanya tidak harus bersama relawan dan fans. Ini maksudnya apa? Jokowi harus berjarak dengan relawan dan fans yang semua rakyatnya sendiri? Apa salahnya toh Jokowi adalah Presiden. Justru harus selalu dekat dengan jutaan relawan dan fans yang merupakan rakyat Indonesia. Lagipula apa masalah SBY? apa Jokowi diminta fokus dengan PDIP sama seperti saat SBY presiden sekaligus ketua umum partai Demokrat? Saya pikir Jokowi sudah benar terus bersama-sama dengan relawan dan ikut membangun negeri bersama. Relawan harus terus dekat dan memberi masukan, mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada lagi kabinet diam-diam Hambalang.

Jika bicara soal etika pemerintahan, mana yang lebih beretika menjadi ketum parpol saat masih Presiden atau dekat dengan jutaan relawan dan fans? Ayo mana yang lebih beretika?
Berhubung tadi di awal kita sudah membahas Pak SBY yang oportunis dan ikut zona aman Megawati, sebaiknya Penulis selesaikan cerita tersebut agar semakin terang benderang bahwa SBY sangat mementingkan kekuasaan.
 

Setelah menjadi Menko Polkam era Megawati, menjelang pemilu 2004 Megawati menginvestigasi para menterinya tentang kesiapan pesta demokrasi. Publik saat itu santer menyebut Yusril Ihza Mahendra, Jusuf Kalla dan Hamzah Haz. SBY termasuk yang ditanya oleh Megawati apakah siap meramaikan pesta demokrasi? Apa alasan Megawati bertanya seperti itu? Penulis rasa karena Megawati ingin mencari Cawapres dan mengontrol kabinetnya untuk tetap fokus menyelesaikan jabatannya atau segera mundur untuk kampanye.

Saat itu Yusril sebagai Menkumham menjawab dengan jelas apa adanya siap maju sebagai Capres dari PBB. Apakah maju dengan SBY? Yusril menjawab tidak.
 

Sementara saat Megawati bertanya pada SBY, jawabannya tidak jelas. SBY menjawab bahwa ia masih berkonsentrasi pada pelaksaan tugasnya sebagai Menko Polkam.

Memasuki tahun 2004 wajah SBY sering tampil di layar televisi, terkait program sosialisasi pemilu 2004. Tayangan itu dinilai kampanye terselubung SBY yang kemudian distop KPU karena banyak protes.
 

Yang membuat sensi Megawati adalah sikap SBY yang dinilai tidak jantan, yakni tidak mau jujur ketika ditanya Presiden apakah ia hendak mencalonkan diri. Kalau saja SBY mengambil sikap seperti Yusril, persoalan mungkin menjadi lain: sejak awal Megawati pasti akan meminta SBY meninggalkan kabinet; sama halnya dengan Yusril. Namun SBY selalu menunjukkan sikap yang ambivalen, Megawati pun menggunakan taktik lain. Secara sistematis dan diam-diam dia mengucilkan SBY dari kabinet.

Pengucilan itu dilakukan dengan tidak melibatkan SBY dalam sidang kabinet terkait bidang tugasnya. Ketika isu SBY dipinggirkan ini mencuat, Mega sudah mencium aroma politik SBY. 


Muncul pula pernyataan Taufiq Kiemas yang emosional, mengecam sikap SBY yang dinilai “seperti anak kecil”. “Dia menjadi Menko Polkam kan diangkat Presiden. Karena itu mestinya dia lapor ke Presiden bahwa dia mau mencalonkan diri sebagai capres,” komentarnya.

Konflik SBY-Mega berakhir ketika pada 11 Maret 2004, SBY mundur sebagai Menko Polkam. Dua hari setelah mundur, SBY langsung berkampanye untuk Partai Demokrat di Banyuwangi, Jawa Timur. Tentunya, kampanye ini tak mungkin dilakukan mendadak alias telah disusun jauh hari, saat dia masih menjabat sebagai pembantu Megawati.

Itulah taktik dan kecerdasan SBY. Kampanye terselubung saat masih menjadi menteri, berdalih sosialisasi pemilu 2004. Lalu saat 2004 menjadikan “terdzolomi” sebagai komuditas politik serta materi kampanye dan terbukti berhasil menjadikannya Presiden. Tentu saja dibantu JK dengan suara Golkarnya.

Lalu pada 2009 SBY yang tau JK akan maju sebagai Capres menyingkirkan JK dari proyek-proyek peresmiannya. Jika 2004 SBY hanya pencitraan via sosialisasi pemilu dan dihentikan oleh KPU, namun 2009 tak ada yang bisa mengnentikannya. Bahkan baliho super besar bertuliskan “LANJUTKAN” terpampang di jembatan Suramadu tanpa foto JK. Padahal SBY memberi mandat khusus pada JK soal penyelesaian Suramadu. Tapi setelah selesai dan hendak diresmikan, bahkan JK tidak diundang. Semua dilakukan untuk mempertahankan citra SBY tetap tinggi sendiri.
 

Semoga penjelasan dan cerita ini mampu menyadarkan seorang ‘mantan Presiden’ yang masih saja mengangung-agungkan masa lalunya.

 

 

Saturday, March 19, 2016

Heboh…! Naskah Otentik: “Surat Jaminan Nabi Muhammad SAW”…!


Naskah Otentik: “Surat Mulia” atau “Surat Jaminan Nabi Muhammad SAW”……

Di bawah ini adalah tampilan dari surat yang dinyatakan otentik/asli dari Nabi untuk umat kristen yang menurut para ilmuwan & ahli sejarah, dicap tangan sendiri oleh Beliau, Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Populasi umat Islam di Indonesia adalah 87.2% dengan 99% di antaranya adalah Sunni bermadzhab Syafi'i. Dari 87% itu, jumlah 1% ialah Syi'ah 0.5% (terkonsenrasi di sekitaran Jakarta) dan 0.2% Ahmadiyah (400k), sisanya adalah Wahabi/salafy yang kurang dari 0.3%.

Surat Jaminan Muhammad (bahasa Inggris: Achtiname of Muhammad; Patent of Mohammed), juga dikenal sebagai Surat Perjanjian (Testamentum) Muhammad, adalah sebuah dokumen atau ahdname merupakan suatu surat perjanjian yang diratifikasi oleh nabi Muhammad SAW yang memberikan jaminan perlindungan dan hak-hak lain bagi para biarawan di Biara Santa Katarina, Semenanjung Sinai. Surat ini dimeteraikan dengan gambar telapak tangan Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tahukah anda bahwa 200 juta lebih muslim Indonesia wajib melindungi umat non-muslim…? Mengapa demikian…? Karena semua warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah naungan negara dan pemerintahan NKRI, tidak boleh seorang pun bertindak semena-mena terhadap warga negara lainnya, apapun agamanya.

Para ilmuwan & ahli sejarah belum lama ini menyibak fakta bahwa sang Nabi pernah mengirim sebuah surat resmi tertuju kepada biarawan Gereja Santa Catherine di Semenanjung Sinai pada 628 Masehi. Yang berupa jaminan kebebasan beribadah dan menjalankan agamanya.

Dimuat oleh Washington Post, ilmuwan muslim seperti Hobbs dan K.A. Manaphis, Aziz Suryal Atiya dan Dr. Muqtader Khan membuktikan keotentikan dari surat berumur belasan abad tersebut. Hobbs dan K.A. Manaphis bahkan menuliskannya dalam buku Mount Sinai dan Sinai: Treasures of the Monastery of Saint Catherine.


Sejarah Dokumen

Dokumen ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad (570-633) secara pribadi melalui perjanjian ini memberikan hak-hak dan kemudahan bagi semua orang Kristen "jauh dan dekat". Memuat sejumlah butir topik perlindungan orang-orang Kristen yang hidup dalam kekuasaan Islam sebagaimana para peziarah dalam perjalanan ke biara-biara, kebebasan beragama, kebebasan bepergian dan kebebasan menentukan para hakim dan memelihara hak milik mereka, bebas dari wajib militer dan pajak serta hak untuk dilindungi dalam peperangan.

Naskah perjanjian yang asli sudah tidak ada lagi, tetapi beberapa salinan masih ada di Biara Santa Katarina, di antaranya ada yang disaksikan oleh para hakim Islam untuk menguatkan keotentikan sejarahnya. Penjelasan tradisional mengenai hilangnya naskah asli adalah pada waktu Kekaisaran Ottoman menyerang Mesir pada tahun 1517 atas perintah sultan Selim I, naskah asli diambil dari biara tersebut oleh tentara Ottoman dan dibawa ke istana Selim di Istanbul.

Salinannya kemudian dibuat untuk mengganti kehilangannya di biara tersebut. Di sisi lain, mungkin pula perjanjian itu diperbarui di bawah penguasa baru, sebagaimana disebutkan dalam dokumen lain di arsip tersebut. Tradisi mengenai toleransi yang ditunjukkan terhadapa biara ini telah dilaporkan dalam dokumen-dokumen pemerintah yang diterbitkan di Kairo, dan selama periode kekuasaan Ottoman (1517-1798), Pasha Mesir setiap tahun menegaskan kembali perlindungannya.

Pada tahun 1630, Gabriel Sionita menerbitkan edisi pertama naskah bahasa Arab, dengan terjemahan bahasa Latin, berjudul Testamentum et pactiones inter Mohammedem et Christianae fidei cultores atau judul bahasa Arab "Al-'ahd wa-l-surut allati sarrataha Muhammad rasul-Allah li ahl al-millah al-nasraniyyah.".

Asal mula dokumen ini telah menjadi topik berbagai tradisi berbeda, yang paling terkenal melalui kisah-kisah petualang Eropa yang mengunjungi biara tersebut. Para pengarang ini termasuk perwira Perancis Greffin Affagart (mati ~ tahun 1557), pengunjung Perancis Jean de Thévenot (mati tahun 1667) dan uskup (prelate) Inggris Richard Peacocke, yang menyertakan terjemahan bahasa Inggris naskah tersebut.

Sejak abad ke-19, beberapa bagian Achtiname ini mulai diteliti lebih mendalam, terutama daftar para saksi. Terdapat kemiripan dengan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada komunitas agama lain di “Timur Dekat” (kini dikenal dengan sebutan “Timur Tengah”). Salah satu contoh di antaranya adalah surat Nabi Muhammad SAW yang terbukti otentik yang ditujukan bagi umat Nasrani di Najrān, yang ditemukan pertama kalinya pada tahun 878 M, di mana surat tersebut tersimpan pada sebuah biara tua daerah Iraq dan naskahnya lalu diawetkan di Chronicle of Séert.


Isi Dokumen

Berikut terjemahan bunyi “Surat Mulia” itu, dikutip utuh oleh Doktor Muqtader Khan, Direktur Program Studi Islam Universitas Delaware, Amerika Serikat. Dan berdasarkan atas “Terjemahan Harfiah” dari Dokumen yang sama tersebut juga pernah diterbitkan oleh Washington Post, yang mana adalah sebagai berikut :
❝ Ini adalah pesan dari Muhammad bin Abdullah, yang berfungsi sebagai perjanjian dengan mereka yang memeluk agama Kristen, di sini dan di manapun mereka berada, kami bersama mereka.Bahwasanya aku, para pembantuku, dan para pengikutku sungguh membela mereka, karena orang Kristen juga rakyatku; dan demi Allah, aku akan menentang apa pun yang tidak menyenangkan mereka.
Tidak boleh ada paksa atas mereka. Tidak boleh ada hakim Kristen yang dicopot dari jabatannya, demikian juga pendeta dan biaranya. Tidak boleh ada seorang pun yang menghancurkan rumah ibadah mereka, merusaknya, atau memindahkan apa pun darinya ke rumah kaum muslim. Bila ada yang melakukan hal-hal tersebut, maka ia melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Bahwasanya sesungguhnya mereka adalah sekutuku dan mereka aku jamin untuk tidak mengalami yang tidak mereka sukai. Tidak boleh ada yang memaksa mereka pergi atau mewajibkan mereka berperang.
Muslimlah yang harus berperang untuk mereka. Bila seorang perempuan Kristen menikahi lelaki muslim, pernikahan itu harus dilakukan atas persetujuannya. Ia tak boleh dilarang untuk mengunjungi gereja untuk berdoa. Gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang untuk memperbaiki gereja mereka dan tidak boleh pula ditolak haknya atas perjanjian ini. Tidak boleh ada umat muslim yang melanggar perjanjian ini hingga hari penghabisan (kiamat). ❞… 。



Pengaruh Modern

Sesungguhnya kedaulatan Utsmaniyah di Turki sebelum 1928 dirongrong pihak asing sehingga menjadikannya porak-poranda. Iraq dulunya hanya bagian dari propinsi kedaulatan Utsmaniyah Turki, begitu pula dengan Afrika, Sebagian Eropa (Balkan), Palestina, dan banyak lagi wilayah luas yang terbentang hingga Russia (Chechnya, Georgia dan lain-lain). Namun kini semua kegagahan itu tinggallah menjadi puing-puing sejarah yang hanya bisa dikenang saja.

Begitu juga Indonesia,  dalam masa kini Indonesia bukan lagi negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Sejarah mencatat tingginya toleransi yang dipraktekkan oleh masyarakat muslim selama 14 abad. Betapa tidak, Sang Pembawa Agama Islam sendirilah yang mencontohkannya dengan begitu indahnya; Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Surat ini adalah salah satu dokumen yang paling penting, yang mana sebenarnya sudah dikenal dalam sejarah dengan sebutan 'Achtiname of Muhammad'. Kemudian naskah aslinya dinyatakan hilang saat Kekaisaran Ottoman yang dipimpin Sultan Selim I saat menggabungkan Mesir ke dalam wilayahnya pada 1517.

Surat jaminan keselamatan itupun telah sering diteliti oleh banyak akademisi dari Timur dan Barat, terutama berfokus pada daftar para saksi. Hasil penelitian mereka menunjukkan terdapat kemiripan antara dokumen perjanjian yang disimpan di biara Santa Chaterine dengan dokumen-dokumen (surat) sejenis yang pernah dikirimkan oleh Nabi Muhammad terhadap komunitas-komunitas lain di “Timur Dekat” (kini dikenal dengan sebutan “Timur Tengah”).

Beberapa orang berpendapat bahwa Achtiname ini merupakan sumber untuk membangun jembatan-jembatan persahabatan yang erat antara orang Muslim dan orang Kristen, ketika naskah Surat Mulia”, janji Nabi Muhammad SAW kepada orang-orang Kristen ini  dimunculkan dan digaris-bawahi. Hal ini bermaksud guna membangun jembatan-jembatan kekeluargaan (persaudaraan) akan hidup berdampingan dalam alam situasi dan keadaan yang DAMAI tersebut. Inilah yang seharusnya mengilhami orang-orang Muslim Radikal untuk bangkit di atas Konflik Komunalakan kebebasan beragama dalam Negara yang Berasaskan Demokrasi PANCASILA ini, sehingga dapat menimbulkan tekad dan itikad baik dalam diri orang-orang Kristen yang sebagian besar senantiasa merasa khawatir dan bahkan takut terhadap Islam atau orang Muslim, terutama Muslim yang berhaluan Keras dan Radikal.

Maka dari itulah, semua umat Muslim di Indonesia haruslah melindungi seluruh umat yang beragama lain sebagai sesama Warga Negara Indonesia, terlebih khususnya adalah umat Kristiani atau umat Kristen. Banyak orang yang belum mengetahui dan belum memahami akan Informasi Penting ini, sehingga sekiranya berkenan, tolong bantu share demi keutuhan bangsa dan negara, keutuhan bumi pertiwi nusantara, tanah tumpah darah yang kita cintai bersama ini, yakni: Negara Kesatuan Republik Indonesia”, untuk selama-lamanya……

 

 

Saturday, March 12, 2016

Frequently Asked Questions:  Pasangan Cagub DKI Jakarta ❝ AHOK—HERU ❞ dari “JALUR INDEPENDEN”




Ilustrasi: Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta ❝ AHOK—HERU ❞ yang diusung dari “JALUR INDEPENDEN”… 。

Rangkuman dari berbagai pertanyaan yang sering diutarakan/dikemukakan 「Frequently Asked Questions」 berkaitan dengan seputar “PENGUMPULAN ULANG KTP” guna ditujukan kepada Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta ❝ AHOK—HERU ❞ yang diusung melalui “JALUR INDEPENDEN” adalah sebagai berikut :


"http://www.temanahok.com/artikel/142-faq-pengumpulan-ulang-ktp-untuk-ahok-heru?l=id"… 。


1.  KENAPA PERLU DIKUMPULKAN ULANG…?

Hal ini adalah kesepakatan kita dengan Pak Ahok. Kita hendak menutup semua celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk menjegal dengan menandatangani lagi formulir KTP Dukungan, kali ini formulir yang sudah tercetak nama Calon Wakil Gubernur 「 Heru Budi Hartono, SE,MM」. Jadi kita akan mengumpulkan formulir dengan nama yang tercetak secara berpasangan, yaitu Basuki Tjahaja Purnama dan Heru Budi Hartono.


2. BAGAIMANA PROSES PENGUMPULAN ULANG KTP…?

Prosesnya sama dengan pengumpulan KTP sebelumnya. Baik yang belum pernah mengumpulkan KTP maupun yang sudah akan kita kumpulkan ulang KTP. Bedanya adalah formulir yang dipakai adalah formulir Ahok–Heru 「tercetak nama Heru Budi Hartono, SE, MM.」 sudah tercetak sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta.


3. BAGAIMANA CARA PENGUMPULAN KTP…?

Ada Dua Cara :

Cara Pertama, adalah dengan mengirim lewat Pos/TIKI/JNE. Kamu bisa download di Formulir Teman Ahok yang baru di website Teman Ahok 「"http://www.temanahok.com/ktpuntukahok"」. Form tersebut diisi lalu dikirimkan ke alamat “Teman Ahok, Graha Pejaten no.3 Jalan Pejaten Raya Jakarta Selatan 12510”.

Atau dengan menandatangani Posko/Booth Teman Ahok. Di posko teman Ahok sudah tersedia formulir baru, tinggal diisi dan ditandatangani. Silahkan mencari posko/booth yang paling bisa kamu datangi di website Teman Ahok 「"http://www.temanahok.com/posko"」.


4. APA FORMULIR BARU PERLU PAKAI MATERAI…?

TIDAK PERLU. Yang perlu diberi Materai adalah surat pernyataan pendaftaran KWK-B1 yang berisi rekapitulasi dukungan. KWK B-1 itu nantinya akan ditandatangani oleh pasangan kandidat dan ditempeli materai. Itu nanti adalah tugas Teman Ahok.


5. APAKAH NOMOR HANDPHONE WAJIB DIISI DI FORMULIR…?

WAJIB. No. Handphone yang bisa dihubungi perlu diisi untuk memudahkan proses Verifikasi nanti. Sayang sekali jika nanti KTP sudah dikumpulkan tidak bisa diverifikasi oleh kita atau KPU sehingga berakibat KTP kita tidak dihitung untuk syarat dukungan untuk Independen.


6. BISAKAH PENGUMPULAN KTP LEWAT ONLINE ATAU PENGUMPULAN KTP LEWAT SOSIAL MEDIA/WHATSAPP…?

TIDAK BISA. Yang dibutuhkan adalah tandatangan basah sesuai dengan yang disyaratkan oleh KPU. Informasi yang bisa dengan online atau Whatsapp adalah informasi “PALSU/HOAX”.


7. APAKAH FORM BARU BOLEH DI FOTOKOPI…?

Boleh, Formulir boleh difotocopy sebanyak-banyaknya untuk disebarkan. Tidak perlu harus difotocopy atau di print warna. Tinta untuk formulir fotocopy juga tidak wajib berwarna biru. Bulpen biru dianjurkan supaya tulisan terlihat asli dan tidak terlihat semua berwarna hitam.


8. BAGAIMANA CARA MEMBANTU DAN BERGABUNG BERSAMA TEMAN AHOK…?

Teman Ahok bukan organisasi besar dengan sistem keanggotaan. Keanggotaan kami adalah kerelawanan partisipasi dalam pengumpulan KTP. Silahkan membantu kami dengan mendirikan Posko atau mengumpulkan KTP secara mandiri dari keluarga dan lingkungan sekitar masing-masing.


9. BAGAIMANA CARA IKUT MENDIRIKAN POSKO TEMAN AHOK…?

Pendirian posko partisipasi hanya bisa dengan datang terlebih dahulu datang ke Markas Teman Ahok. Silahkan datang ke Markas Pusat Teman Ahok, dan mengisi formulir pendirian posko. Nantinya jika sudah, kami akan mengumumkan posko baru tesebut di Website Teman Ahok.


10. BAGAIMANA MEMEBEDAKAN POSKO ABAL2 DENGAN POSKO RESMI TEMAN AHOK…?

Posko Resmi Teman Ahok hanya yang terdaftar di Website Resmi Teman Ahok. Kami tidak bisa bertanggungjawab atas KTP yang dikumpulkan di Posko yang tidak tertera di: "www.TemanAhok.com" 「"188.166.251.186"」.


11. BAGAIMANA JIKA SAYA DI LUAR KOTA ATAU DI LUAR NEGERI…?

Pengumpulan KTP untuk luar kota dan luar negeri bisa melalui jasa pengiriman, selama itu merupakan KTP DKI Jakarta. Dan kami menghimbau untuk datang ke Jakarta 「di alamat tertera」 untuk verifikasi KPU pada bulan Agustus – September 2016.



Jika ada pertanyaan lain, silahkan menghubungi kami di :

— Official Web Site: "www.TemanAhok.com" 「"188.166.251.186"」 ,
— Facebook: "https://www.facebook.com/TemanAhok/" ,
— Twitter: "@temanahok" ,
— Instagram: "@temanahokofficial" ,
— YouTube: "Teman Ahok" ,
— Line: "@tnf7327a" ,
— Telephone: "「021」 7941658" ,
— Mobile Phone: "0812-8699-9908 / 0812-8699-9981"…… 。


 

 

Tuesday, March 1, 2016

Sebuah Fenomena: “INDONESIA” Jadi “ARAB” dan “ARAB” Jadi “BARAT”……?!




Ilustrasi: Pangeran “Al Waleed bin Talal” dan Putri “Amira Al Taweel”, yang merupakan anggota keluarga kerajaan Arab Saudi……

Salah satu gejala, fenomena, dan pemandangan menarik, unik, sekaligus lucu dewasa ini adalah tentang perkembangan "Islam Arab" dan maraknya kaum Muslim "fans Arab" di Indonesia yang dibungkus dengan istilah atau slogan "nyunah Nabi" sementara masyarakat Arab sendiri bergerak "menuju Barat"…

Saya mengamati fenomena perkembangan perubahan ekonomi-sosial-budaya ini tidak hanya di kawasan Arab Teluk seperti Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Oman tetapi juga Yordania dan Lebanon. Globalisasi, modernisasi, teknologisasi, dan industrialisasi yang menyerbu kawasan ini sejak beberapa dekade lalu telah menimbulkan perubahan dramatis pada perilaku masyarakat dan perubahan sosial tadi…

Ada sejumlah indikator dan fakta yang bisa dipakai untuk mengukur ini. Misalnya tentang menjamurnya industri restoran makanan cepat saji ala Amrik (Pizza, McD dlsb) yang mengeruk keuntungan trilyunan rupiah setiap tahunnya seperti pernah saya sebutkan sebelumnya. "McDonaldisasi" telah mewabah di kawasan Arab dan masyarakat menyambutnya dengan riang-gembira. Tidak ada yang kampanye "boikot produk Barat" karena milik "orang-orang kapir" Kristen-Yahudi misalnya. Hanya segelintir ekstrimis sakit jiwa saja yang kadang melakukannya. Selebihnya, masyarakat Arab--tua-muda-anak, laki-laki-perempuan, bujang atau sudah berkeluarga--ramai-ramai rela mengantri "uyel-uyelan" di warung-warung fast foods ini…

Bukan hanya industri retoran fast foods saja yang mewabah, "industri kecantikan", "industri pakaian", "industri otomotif", "industri telekomonikasi" dan industri-industri ala Barat lainnya juga ikut menjamur. Saya sering bilang, dalam hal berpakaian misalnya, generasi muda lebih memilih "busana ala Barat" yang lebih simpel & kasual. Kaum perempuannya juga sama. Meskipun luarnya memakai abaya, di balik abaya itu mereka mengenakan jeans, kaos, training dlsb. Bagi masyarakat Arab, abaya hanya semacam "jaket" atau "bungkus luar" saja…

Hal lain yang menarik adalah perkembangan pesat Bahasa Inggris yang pelan-pelan menggerus eksistensi Bahasa Arab yang dianggap kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Bahasa Inggris juga menjadi "bahasa elit" karena banyaknya industri-industri besar dan trans-nasional selain sekolah-sekolah/kampus-kampus yg meniru model Barat…

Bukan hanya itu, anak-anak & remaja juga menggemari Bahasa Inggris karena banyaknya game-game yang menggunakan "bahasa Londo" ini. Kekhawatiran tentang "teknologi membunuh Bahasa Arab" ini direspons oleh Syaikha Moza, Kepala Qatar Foundation for Education, Science, and Community Development, dengan menggalang pembentukan "Forum Renaisans Bahasa Arab"…



Ilustrasi: Fenomena “INDONESIA” Jadi “ARAB”……
Ilustrasi: Fenomena “ARAB” Jadi “BARAT”……

Sebuah simposium akbar tentang pentingnya menjaga dan merawat Bahasa Arab digelar di Qatar, tetangga Saudi. Simposium ini diselenggarakan oleh "Forum Kebangkitan Bahasa Arab" dan disponsori oleh World Organization for Renaissance of Arabic Language (WORAL) dan Qatar Foundation. Forum ini melibatkan lebih dari 300 peneliti dan tokoh dari berbagai kalangan dan latar belakang keilmuan: pendidik, jurnalis, birokrat, pengusaha, dlsb. Ketua Dewan Penasehat WORAL Abdul Aziz bin Abdullah Al-Subaie menekankan tentang pentingnya pendidikan Bahasa Arab bagi anak-anak. Sementara Syaikha Moza Binti Nasser, Kepala Qatar Foundation for Education, Science and Community Development meminta semua pihak untuk bersatu menggalakkan, mengembangkan, dan memasyarakatkan Bahasa Arab standar agar tidak punah di kemudian hari. Syaikha Moza juga menegaskan bahwa punahnya bahasa berarti lenyapnya identitas sebuah bangsa…

Dunia Arab dewasa ini memang sedang dihadapkan pada persoalan pelik dan ancaman punahnya Bahasa Arab standar dan Bahasa Arab klasik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan "terpuruknya" Bahasa Arab standar ini. Pertama, masyarakat Arab kontemporer lebih menyukai "Bahasa Arab gaul" atau bahasa/dialek colloquial (ammiyah), yakni Bahasa Arab informal yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari, ketimbang Bahasa Arab standar yang baku. Penggunaan "Bahasa Arab gaul" ini tidak hanya dalam komunikasi sehari-hari tetapi juga di media, sekolah-sekolah, televisi dlsb. Maraknya penggunaan Bahasa Arab gaul ini menyebabkan Bahasa Arab standar dan baku yang sesuai dengan kaedah tata-bahasa (nahwu-sharaf) menjadi terasing dan termarjilankan…

Jika Bahasa Arab standar modern saja tergerus dari masyarakat apalagi Bahasa Arab klasik atau fushah yang digunakan dalam Al-Qur'an, teks-teks / kitab klasik keislaman, berbagai ibadah atau ritual keagamaan, syi'ir dlsb. Bahasa Arab fushah ini semakin langka dan "antik" dan nyaris tidak pernah dipakai dalam literatur keilmuan apalagi dalam kehidupan sehari-hari sehingga macet dan terancam tenggelam terkubur dalam limbo sejarah, dan penguburnya adalah masyarakat Arab sendiri. "Murid senior" saya dari Madinah, Ali Muhammad Al-Harbi bahkan mengatakan masyarakat Arab modern (selain "komunitas literati" dan "kaum agamawan" tentunya)--apalagi anak-anak, remaja, dan pemuda--bahkan banyak yang tidak paham dengan Bahasa Arab fushah ini. Sambil berkelakar ia mengatakan, "Bahasa Arab fushah ini seperti 'bahasa mahluk alien' saja sekarang ini yang semakin hari semakin asing, klasik, dan antik"…

Selain masyarakat Arab kontemporer lebih suka menggunakan Bahasa Arab gaul atau "bahasa / dialek colloquial", faktor lain yang menyebabkan merosotnya Bahasa Arab standar dan Bahasa Arab klasik (fushah) adalah berkembangnya Bahasa Inggris sebagai "bahasa elit dan bisnis" di kawasan Arab Teluk. Di sejumlah "negara Arab" seperti Lebanon atau Maroko bahkan Bahasa Perancis masuk daftar "bahasa elit". Sejak beberapa dekade silam, Bahasa Inggris memang telah menjelma menjadi bahasa lingua franca kedua di "dunia Arab" khususnya Arab Teluk…

Ada beberapa faktor yang turut memberi kontribusi terhadap pesatnya penggunaan dan perkembangan "Bahasa Londo" ini. Pertama adalah berjibunnya kaum non-Arab migran, khususnya dari India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Filipina, Thailand, sejumlah negara di Eropa dan Afrika, juga Indonesia. Sangking banyaknya bahkan kaum migran ini menjadi mayoritas dan dominan di sejumlah negara seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, atau Oman. Di Saudi, 30% penduduknya juga migran…

Sudah bukan asing lagi jika kita "keluyuran" ke kawasan Arab Teluk, wabil khusus negara2 yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council, kita akan dengan mudah mendapatkan Bahasa Inggris berdampingan dengan Bahasa Arab: di toko2, mall, kantor, sekolah, jalan, rumah sakit / klinik, tempat ibadah, papan iklan, dlsb. Pelayanan publik atau transaksi jual-beli juga sudah biasa menggunakan salah satu dari dua bahasa ini…



CINTAILAH 「❤」 berbagai Busana DaerahBusana Traditional」 dan Adat Istiadat “ASLI” Kebudayaan Negeri SendiriINDONESIA”……

Dalam batas tertentu, kedudukan Bahasa Inggris bahkan "lebih terhormat" dan "lebih elit" sebagai simbol "kelas menengah-terdidik" atau "ekspat profesional" bukan "pekerja kasar" (buruh, sopir, pembantu, dlsb). Karena Bahasa Inggris adalah "bahasa bule" dan "warga bule" disini adalah simbol kelas terdidik, kaum profesional, wong gede, orang maju dan berperadaban dan seterusnya (kontras dengan warga non-bule), maka status Bahasa Inggris pun ikut2an naik dan "terhormat"…

Ada asumsi bahwa "pekerja kasar" kaum migran tidak bisa berbahasa Inggris. Mereka hanya menggunakan "Bahasa Arab pasaran" dalam berkomunikasi dan bertransaksi--sesuatu yang "sudah lumrah dan jamak" bukan "spesial". Karena Bahasa Inggris menduduki "tempat atau maqam mulia", ada semacam "tips", khususnya bagi perempuan, jika mereka menggunakan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi dan bertransaksi jual-beli di tempat2 publik seperti pasar atau mall, maka kaum lelaki, khususnya yang "berhidung belang" baik Arab maupun bukan akan lebih respek dan tidak berani menggodanya…

Orang-orang modern Arab secara umum sangat "terbuai" dengan kebudayaan material Barat. Meskipun sebagian dari mereka mengkritik sejumlah "kebudayaan imaterial" Barat tetapi mereka pada umumnya menganggap Barat sebagai simbol kemajuan dan kemodernan. Itulah sebabnya mereka menyukai produk2 teknologi Barat. Berbagai industri Barat--dari segala bidang: perhotelan, restauran, pakaian, otomotif, telekomunikasi, perbankkan, kecantikan, dlsb--berkembang pesat di sini…

Datanglah ke negara-negara di kawasan Arab Teluk, anda mungkin akan bertanya-tanya: "Mana Arabnya?". Image Arab sebagai area terbelakang musnah. Bayangan Arab sebagai "gurun pasir" hilang. Padang pasir telah disulap menjadi area industri dan perkantoran, teluk & pantai disulap menjadi tempat wisata atau turisme yang aduhai, onta-onta digantikan dengan mobil2 mewah produksi Amerika & Eropa. Bahrain menjelma bak Hawaii, Dubai Emirat Arab menjadi Los Angeles, Riyadh sudah seperti New York, Doha Qatar ibarat London. Lebanon? Ah sudahlah, "tidak ada Arabnya" sama sekali di negara ini karena sudah menjadi "Eropa mini"…

Berbagai universitas di Eropa dan Amerika juga berkembang-biak di kawasan ini: Georgetown, Carnegie Mellon, Virginia Commonwealth University, Texas A&M, Weill Cornell Medical College, New York University, American University, dlsb. Saya dengar almamaterku, Boston University, juga membuka cabang di Uni Emirat Arab. Banyak universitas di kawasan ini, termasuk kampusku sekarang, yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar dalam mengajar dan riset. Bukan hanya universitas, sekolah-sekolah dasar dari SD-SMU yang berbahasa Inggris juga membludak bak cendawan di musim hujan dengan biaya yg cukup fantastis…

Singkat cerita, di saat sebagian kaum Muslim di Indonesia sedang gencar menggalakkan Bahasa Arab, masyarakat Arab modern saat ini sedang gandrung dengan Bahasa Inggris sebagai "bahasa elit" karena dianggap sebagai bahasa "orang-orang elit": BULE……

Dikembangkan dari Catatan Lepas :
    Prof. Sumanto Al Qurtuby
    「Professor Antropologi pada “King Fahd University of Petroleum and Minerals” (KFUPM atau UPM) di Dhahran, Arab Saudi」…… 。

 

 

Thursday, February 25, 2016

Pasca “PEMILUKADA”, Lahir: Politik “BALAS DENDAM” & “BALAS BUDI”……?!

 

 

Pasca “PEMILUKADA”, Lahir: Politik “BALAS DENDAM” & “BALAS BUDI”……?!

   

   

Pasca “PEMILUKADA”, Lahir: Politik “BALAS DENDAM” & “BALAS BUDI”……?!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada pagi hari ini, tanggal 25 Februari 2016, Channel "Metro TV", dalam ulasan paginya menyinggung mengenai Politik “BALAS DENDAM” dan Politik “BALAS BUDI” Pasca “PEMILUKADA”. Sorotan ini tentu ditujukan kepada para Gubernur dan para Bupati ataupun para Walikota yang sudah dilantik sekitar seminggu yang lalu di seluruh Indonesia. Mengapa disoroti secara khusus tentang hal ini…?

Kenyataan ini sudah merupakan suatu penyakit keturunan dalam pemerintahan yang dilahirkan dari hasil “PEMILUKADA” secara Langsung, kecuali apabila adanya seorang Gubernur/Bupati/Walikota yang sangat ‘GENTLEMAN’, yang mana hatinya tidak dirasuki oleh Tim Sukses-nya dan tidak terpengaruh oleh adanya Oknum-Oknum Penyusun Konspirasi “BALAS DENDAM”. Namun amatlah disayangkan bahwa ternyata Gubernur/Bupati/Walikota yang ‘GENTLEMAN’ seperti itu tidak banyak atau langka sekali adanya. Karena itulah selama ini telah terjadi begitu banyak korban pada pihak ‘Pegawai Negeri Sipil’ (PNS) sebagai Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan; serta pihak ‘Swasta’ (dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pihak ‘Kontraktor’); yang menderita dan mengalami tekanan, sebab dituduh seolah-olah telah memihak, ataupun ada yang jelas-jelas memang memilih berpihak pada calon lain selama masa Kampanye “PEMILUKADA”, dan yang mana bahwa si calon yang didukungnya tersebut ternyata kalah dalam “PEMILUKADA”…

Menurut hemat saya, sayang sekali jikalau pada zaman “REVOLUSI MENTAL” ini masih dipeliharanya sikap-sikap Politik “BALAS DENDAM” dan Politik “BALAS BUDI” yang seperti ini, baik dalam penyusunan “KABINET” maupun untuk penyusunan “PERENCANAAN” dari Pemerintah Daerah yang baru terbentuk hasil dari “PEMILUKADA” yang baru lalu tersebut. Dan karena itulah sebaik apapun “VISI” & “MISI” dari Pemerintah Daerah yang baru terbentuk ini, apabila dijalankan dengan ‘HATI’ yang “TIDAK DAMAI”, maka sudah dapat dipastikan pula bahwa hasilnya TIDAK akan pernah bisa “MAKSIMAL”, dan akan sangat MERUGIKAN semua elemen/lapisan Masyarakat yang hendak dilayani oleh mereka nantinya, di mana pada akhirnya akan juga merugikan Pemerintah Daerah itu sendiri. ‘HATI’ yang “TIDAK DAMAI” akan melahirkan celah-celah baru dalam melakukan berbagai perbuatan/tidakan “KORUPSI”, serta memunculkan dosa-dosa lainnya dalam menjalankan Roda Pemerintahan di Daerah yang bersangkutan…

INGATLAH bahwa “VISI” & “MISI” adalah merupakan “MIMPI INDAH” dan sekaligus juga adalah sebagai “ALAT PERJUANGAN”. Sebuah “MIMPI” dapat terwujud jikalau Engkau punya “MISI” dalam mengelola Pemerintahan di Daerah-mu masing-masing itu bisa berjalan dengan “BAIK” serta “BERSIH” adanya. Sebab Politik “BALAS DENDAM” dan Politik “BALAS BUDI” itu dilahirkan dari ‘HATI’ yang “TIDAK MURNI”, “TIDAK TULUS”, “TIDAK BERSIH” dan “TIDAK DAMAI” adanya. Sebagai seorang yang “BERIMAN” kepada “TUHAN”, apalagi di masa ‘PUASA’ ini (khusus bagi Umat KATHOLIK), sikap “MENGAMPUNI” dengan “TULUS” dan bisa “BEKERJA-SAMA” dengan “LAWAN POLITIK” adalah merupakan sebuah “RAHMAT” dan “BERKAT” serta sesuatu “AWAL” atau “PERMULAAN” yang “BAIK” adanya bagi Pemerintah Daerah yang baru terbentuk dan juga bagi seluruh elemen/lapisan Masyarakat yang ada di wilayahnya masing-masing…

INGATLAH pula bahwa seorang Gubernur/Bupati/Walikota hendaknya bisa menjadi seorang “PENGAYOM” yang baik bagi semua orang, TANPA TERKECUALI, baik itu “KAWAN” Politik-nya maupun “LAWAN” Politik-nya. Sebab di dalam sebuah ‘PERTANDINGAN’ harus ada “LAWAN”, dan BUKAN “MUSUH”. ‘PERTARUNGAN’ Politik TELAH USAI pada tanggal 09 Desember 2015 yang silam. Tahun pun sudah BERGANTI, yang LAMA sudah BERLALU, dan di Tahun yang BARU hendaklah dijalankan dengan ‘HATI’ yang BARU pula, ‘HATI’ yang TANPA dilandasi oleh keinginan untuk “BALAS DENDAM”, dan juga yang TIDAK disertai oleh perbuatan/tindakan/kelakuan yang MENGGESEK sana dan yang MENYIKAT sini, maupun TIDAK melakukan suatu tindakan/perbuatan “BALAS BUDI” dengan BERKONGKO dengan mereka-mereka yang senang “BERMAIN” di “AIR KERUH” dan mengeluarkan berbagai “KEBIJAKAN” serta “KEPUTUSAN” yang sangat atau yang dapat MENGUNTUNGKAN bagi Kelompok dan Golongan-nya (“KAWAN” Politik-nya) tersebut…

Sebagai akhir kata, Kita semua BERDOA bahwa semoga TUHAN senantiasa Menganugerahkan “BERKAT”, “RAHMAT” serta “KARUNIA” akan “KEBIJAKSANAAN” dan “KEARIFAN” pada Pemerintah Daerah yang baru terbentuk di seluruh Bumi Nusantara ini. Dan supaya “INDONESIA”, Negeri Pertiwi Nan Elok Permai yang Kita CINTAI bersama ini, bisa menjadi lebih “JAYA” lagi dengan diiringi oleh mereka-mereka yang “BERPATRIOT SEJATI”, “BERJIWA BESAR”, “BERPIKIRAN MAJU” dan “BEREVOLUSI MENTAL”……!!

Dikembangkan dari Catatan Lepas :
    Romo Laurensius Sopang, Pr.
    「Praeses Seminari Santo Yohanes Paulus II — Labuan Bajo, kabupaten Manggarai Barat, pulau Flores, propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia」…… 。

 

 

Saturday, February 13, 2016

“OGOH-OGOH” antara “KREATIVITAS KESENIAN” dan “RITUALITAS KEAGAMAAN”

 

 

“Ogoh-Ogoh” sebagai “Kreativitas Seni”

   

   

“Ogoh-Ogoh” sebagai “Ritualitas Agama”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejarah Ritualitas Keagamaan, “Ogoh-Ogoh”

Penamaan Ogoh-Ogoh diambil sebuah kata dalam Bahasa Bali “Ogah-Ogah” yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Memang pada kenyataannya ketika Ogoh-Ogoh diarak keliling suatu wilayah tertentu biasanya para pengarak akan mengoyang-goyangkan Ogoh-Ogoh mereka sehingga terlihat bergerak-gerak atau seperti sedang menari. Selain itu, pose Ogoh-Ogoh yang beragam juga menyebabkan antara Ogoh-Ogoh satu dengan yang lainnya akan memiliki gerakan yang berbeda jika digoyangkan. Bahkan kini dengan semakin majunya teknologi, Ogoh-Ogoh banyak yang bisa digerakkan dengan bantuan mesin atau alat lainnya.

Ogoh-Ogoh merupakan salah satu tradisi Umat Hindu khususnya di Bali dalam menyambut Hari Raya Nyepi. Tradisi mengarak Ogoh-Ogoh di Bali biasa disebut dengan “Pengerupukan”. Nah kegiatan Pengerupukan biasanya dilakukan tepat sehari sebelum menjalang Hari Raya Nyepi, jatuhnya pada hari panglong 15 yang bertepatan dengan hari Tilem (bulan mati) sasih kesanga. Pada hari itu masyarakat Hindu di Bali melaksanakan upacara Butha Yadnya guna menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat jahat dan keburukan, seperti dengan melakukan pecaruan Tawur Kesanga yang dalam sekala besar-besaran.

Ritual Ogoh-Ogoh sendiri sudah dikenal sejak jaman Dalem Balingkang di mana pada saat itu Ogoh-Ogoh dipakai pada saat prosesi upacara Pitra Yadnya atau yang lebih dikenal dengan Ngaben. Ada pula pendapat lainnya yang menyebutkan bahwa Ogoh-Ogoh terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding guna mengusir roh jahat yang dilakukan oleh sebuah sebuah desa yang berada di dekat Selat Karangasem, Bali. Perkiraan lain juga muncul dan menyebutkan bahwa ada sebuah barong raksasa yang bernama Barong Landung yang merupakan perwujudan dari Raden Datonta dan Sri Dewi Baduga (pasangan suami istri yang berparas/berwajah buruk dan menyeramkan yang pernah berkuasa di Bali) yang konon kisahnya merupakan cikal-bakal dari Ogoh-Ogoh yang kita kenal pada saat ini. Informasi lain juga menyatakan bahwa Ogoh-Ogoh itu muncul sekitar tahun 70-an. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, munculnya Ogoh-Ogoh itu di kota Denpasar itu berawal hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang saja dengan tujuan sebagai permainan anak-anak. Namun, karena dipandang sesuai untuk dipergunakan menjadi penunjang simbolisasi perayaan Tawur Kesanga, Ogoh-Ogoh akhirnya dipakai sebagai rangkaian ritualitas pada perayaan Nyepi. Ada juga pendapat yang menyatakan ada kemungkinan Ogoh-Ogoh itu dibuat oleh para pengerajin patung yang telah kejenuhan mematung batu padas atau kayu, namun disisi lain mereka juga ingin menunjukan kemampuannya dalam mematung, sehingga timbullah suatu ide guna membuat sebuah patung dari bahan yang ringan supaya hasilnya nanti bisa diarak pada saat hendak dipertunjukan.

Akan tetapi terlepas dari semua kontroversi perbedaan mengenai kisah riwayat atau sejarah munculnya ritual Ogoh-Ogoh tersebut, yang pasti bahwa rangkaian upacara ritualitas keagamaan ini dilakukan tepat sehari sebelum menjalang Hari Raya Nyepi, dan mulai dikenal dan dinamai sebagai “Ogoh-Ogoh” sejak sekitar tahun 1980-an.

 

 

“Ogoh-Ogoh” sebagai “Ritualitas Agama”

 

 

Jalannya Rangkaian Upacara Ritualitas Keagamaan, “Ogoh-Ogoh”

Dalam rangkaian upacara ritualitas keagamaan tersebut, dimulai semenjak Sandi Kawon (pada sore hari menjelang malam hari) dilanjutkan dengan acara “Magegobog” atau di daerah Jembrana biasanya disebut dengan “Mebuwu-Buwu”, yaitu mengelilingi pekarangan rumah sambil membawa Api Perakpak (api yang berasal dari dibakarnya daun kelapa kering), obor, bunyi-bunyian, menyemburkan nyala api dan memercikkan tirta, sebagai simbol “Somio” (yang bermakna menetralisir/mengembalikan kepada sumbernya) kekuatan-kekuatan yang bersifat keburukan/kejahatan. Setelah kegiatan Magegobog tersebut dilaksanakan, kemudian dilanjutkan dengan berjalan keluar dari pekarangan membawa perangkat tadi menuju ke jalan utama di Desa atau di Kota masing-masing, untuk kemudian bergabung dengan para tetangga, yang tadinya juga sudah melakukan kegiatan ritual yang sama seperti ritual tersebut di atas. Dan tanpa adanya komando, pada umumnya acara Magegobog tersebut akan dilanjutkan dengan cara berjalan kaki mengikuti arak-arakan yang mengusung semacam patung, dan menyusuri jalan utama, di mana akan terbentuk menyerupai Pawai Obor.

Ritual tersebut dilakukan pada setiap Pengerupukan, tepatnya pada saat menjelang petang sampai malam harinya, sehingga menjadi semacam hiburan/tontotan bagi masyarakat sambil berarak-arakkan bersama-sama berjalan kaki menyusuri jalan utama diikuti oleh rombongan lainnya yang terus-menerus bertambah jumlahnya, datang dari segala penjuru kampung. Mereka berdatangan sambil mengusung semacam patung, yang mana bahan pembuatan patung tersebut adalah dengan tak melupakan atau dengan diikut-sertakannya komponen terpenting pada proses pembuatannya, yakni dengan disertai adanya unsur yang bersumberkan dari Somi (Merang Padi) sebagai simbol “Somio”, dan wujud dari patung tersebut adalah menyerupai suatu bentuk dari “Butha Kala” dengan muka/wajah yang amat menyeramkan, yang kini dinamakan dengan “Ogoh-Ogoh” (ada pula yang menyebutnya dengan “Ondel-Ondel” ataupun “Rangda-Rangdaan”, dan berbagai sebutan lain sebagainya).

“Ogoh-Ogoh” adalah merupakan suatu perwujudan dari simbol “Kemungkaran” dan “Kebatilan” yang akhirnya akan disomio/dinetralisir setelah melalui serangkaian ritual arak-arakan berkeliling dan menyusuri jalan-jalan utama di hari Pengerupukan tersebut, yang mana disepanjang perjalanannya sang “Ogoh-Ogoh” itu senantiasa sambil selalu digoyang-goyangkan dan sesekali diputar-putarkan, dan juga sambil membunyikan suara kentongan/kul-kul yang bertalu-talu disertai dengan benda-benda lainnya yang bisa mengeluarkan berbagai bebunyian yang terdengar nyaring suaranya guna berperan sebagai pengiring perjalanannya sang “Ogoh-Ogoh” tersebut, dan bahkan tak jarang pula ada yang diarak dengan memakai iringan gamelan dan gong sebagai bebunyiannya. Dan pada akhir acara patung yang dinamakan dengan “Ogoh-Ogoh” tersebut lalu diarak dan dibawa menuju ke sungai atau ke pantai untuk kemudian dibakar (disomio/dinetralisir) “Kemungkaran” dan “Kebatilan” -nya.

 

 

“Ogoh-Ogoh” sebagai “Kreativitas Seni”

 

 

“Ogoh-Ogoh” Sebagai Sebuah Kreativitas Kesenian

Di sisi lain, Ogoh-Ogoh itu sendiri adalah merupakan sebuah Karya Seni pembuatan Patung yang bernuansakan khas Kebudayaan Bali di mana untuk mewujud-nyatakan gambaran terhadap kepribadian sang “Butha Kala” dengan muka/wajah yang amat menyeramkan sebagai simbol “Kemungkaran” dan “Kebatilan” yang ada di dunia ini, yang mana pada akhirnya akan disomio/dinetralisir setelah melalui serangkaian ritual Ogoh-Ogoh itu sendiri. Sebab di dalam ajaran Hindu Dharma, “Butha Kala” merupakan presentasi dari “Kekuatan” (“Bhu”) pada Alam Semesta dan “Waktu (“Kala”) yang tak terukur dan tak terbantahkan adanya. Dalam pembuatan patung yang dimaksudkan dengan tokoh “Butha Kala” tersebut, maka digambarkanlah sesuatu sosok yang amat besar dan dengan rupa wajah/muka yang menyeramkan/menakutkan sekali; biasanya diwujud-nyatakan dalam bentuk Raksasa yang Buruk rupa.

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan akan Keinsyafan Manusia terhadap kekuatan pada Alam Semesta dan pada waktu yang Maha Dahsyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan “Bhuana Agung” (kekuatan pada “Alam Raya”) dan kekuatan “Bhuana Alit (kekuatan pada “Diri Manusia”). Dalam pandangan Tattwa (Filsafat), kekuatan ini dapat menghantarkan makhluk hidup, terlebih khususnya adalah manusia, dan juga seluruh isi dunia yang fana ini menuju kepada kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada “Niat Luhur” dari dalam diri manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia guna menjaga dirinya beserta seluruh isi dunia ini.

Wujud Ogoh-Ogoh sebagai ‘lukisan’ terhadap kepribadian sang “Butha Kala” dengan muka/wajah yang amat menyeramkan, di mana sebagai simbol “Kemungkaran” dan “Kebatilan” yang ada di dunia ini, semulanya adalah berbentuk Raksasa yang Buruk rupa, maka kini wujud Ogoh-Ogoh sering pula digambarkan dalam bentuk makhluk-makhluk yang hidup di “Tribuana” (lihat penjelasannya pada Paragraf berikutnya), di “Sorga” dan di “Naraka”; bentuk makhluk-makhluk tersebut seperti: Naga, Gajah, Widyadari. Dan bahkan di dalam perkembangannya, wujud Ogoh-Ogoh ada juga yang dibuat dalam bentuk menyerupai orang-orang yang terkenal, seperti: para pemimpin dunia kejahatan, artis/selebritis yang buruk rupa ataupun tokoh-tokoh kejahatan lainnya. Terkait hal ini, ada pula yang berbau Politik maupun SARA, walaupun sebetulnya hal ini telah menyimpang jauh dari prinsip dasar Ogoh-Ogoh tersebut yang semula, sebagai contohnya adalah Ogoh-Ogoh yang menggambarkan seorang “Teroris”.

“Tribuana” itu sendiri di dalam Hindu Dharma dipercayai adalah merupakan wujud dari Tiga buah Jagat, yaitu: “Jagat Mayapada” (“Dunia Kedewatan”), “Jagat Madyapada” (“Dunia Makhluk Halus”), dan juga “Jagat Arcapada” (“Dunia Fana” atau dunianya kehidupan manusia di Bumi ini).

 

 

“Ogoh-Ogoh” sebagai “Kreativitas Seni”

 

 

Festival Kreativitas Seni Pembuatan “Ogoh-Ogoh”

Terlepas dari semuanya itu, ritual budaya ini semakin meluas setelah Ogoh-Ogoh juga disertakan dalam arak-arakan pawai Pesta Kesenian “Bali XII”. Dan event ini telah memberikan warna baru buat menunjang perayaan menjalang Hari Raya Nyepi guna membuka ajang kreatifitas, serta sebagai alat pemersatu generasi muda di jaman Millennium ini. Hal ini tentunya merupakan kewajiban Kita semua guna menjaga dan melestarikan adanya budaya perayaan Ogoh-Ogoh ini, sehingga dapat berjalan sesuai dengan makna dan tujuan awal-mulanya, yakni sebagai penunjang menjalang Hari Raya Nyepi guna menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat jahat dan keburukan, serta juga sebagai bahan perenungan bagi Kita semua pada umumnya dan terlebih khususnya adalah bagi Umat Hindu di Bali dalam menghadapi adanya pengaruh-pengaruh buruk/jahat di dalam kehidupan di dunia yang fana ini.

Biasanya sebelum malam Pengrupukan, diadakan Festival Ogoh-Ogoh, di mana Ogoh-Ogoh yang telah mendaftar dan masuk seleksi akan dilombakan, seperti biasanya Festival ini dilakukan di kawasan Lapangan Puputan Niti Mandala, Renon – Denpasar. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi untuk karya Ogoh-Ogoh yang benar-benar memiliki nilai seni tinggi dan sarat makna. Ogoh-Ogoh yang dilombakan tentu saja bukan sembarang Ogoh-Ogoh, karena biasanya telah diseleksi terlebih dahulu kelayakannya untuk mewakili daerah atau banjarnya masing-masing. Ogoh-Ogoh yang layak mengikuti festival harus memiliki sisi artistik, kerapian, tema, serta sisi pertunjukkan. Biasanya Ogoh-Ogoh memiliki tema seputar cerita pewayangan atau cerita Hindu lainnya. Selain itu, ketika sampai di perempatan Patung Catur Muka, Puputan, Denpasar, Ogoh-Ogoh ini harus menunjukkan atraksi atau tarian khusus yang mencerminkan tema yang dibawakan di depan para juri yang berasal dari kalangan seniman. Dengan diiringi Gambelan Bali yang khas serta tarian-tarian yang menawan, Festival Ogoh-Ogoh ini selalu menyedot perhatian penonton lokal maupun mancanegara.

Festival Ogoh-Ogoh di Lapangan Puputan biasanya berlangsung beberapa jam sebelum Sandi Kala atau senja. Setelah festival selesai, dilanjutkan dengan malam Pengrupukan dengan parade Ogoh-Ogoh bebas yang diikuti oleh banjar-banjar di sekitaran kawasan ini. Parade ini biasanya bisa berlangsung hingga tengah malam tergantung banyaknya Ogoh-Ogoh yang diarak menuju jantung kota Denpasar ini. Selain di Denpasar, terdapat juga beberapa festival Ogoh-Ogoh di Kabupaten lainnya seperti Gianyar, Badung, atau Buleleng. Namun, kadang-kadang festival Ogoh-Ogoh ini dilaksanakan tidak pada saat Pengrupukan melainkan pada saat ada event-event khusus seperti Ulang Tahun Kota, dan lain sebagainya.

 

 

Tuesday, February 9, 2016

“SAID IQBAL” 「Sambil Bergumam」 : Jangan Bongkar Semua-nya Donk………

“SAID IQBAL” 「Sambil Bergumam」 :   "Jangan Bongkar Semua-nya Donk,
Cari Uang di Mana Lagi Saya Nanti……??"

 

Berikut ini PENULIS ingin menanggapi akan maraknya pemberitaan dari pernyataan seorang Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang juga diketahui sebagai seorang pendukung sejati dari Capres-Cawapres “PRAHARA” (Prabowo-Hatta) pada PILPRES 2014 yang silam, yang mana ia mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa upah buruh di Indonesia sudah tergolong tinggi. Pasalnya, menurutnya upah buruh di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara.

Membaca pernyataan yang diutarakan/dikemukakan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, pada Media On-Line “Kompas.com” sungguh telah mengusik sanubari dari PENULIS. Pasalnya data-data serta komentar dari seorang Said Iqbal ini sungguh-sungguh sangat TAK AKURAT, sehingga terkesan sungguh MEMBUAL dan ABSURD banget, di mana pada akhirnya akan bersifat hanya buat konsumsi guna MEMPROVOKASI Massa Buruh saja. Sekali lagi PENULIS ulangi, sungguh MEMBUAL dan ABSURD banget.

Betapa TIDAK……??


Sebelum Kita masuk lebih jauh dan membahas INTI/POKOK permasalahan sesungguhnya yang dipersoalkan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam kaitannya yang bersangkutan mencampuradukkan antara Upah Minimum dengan Upah Rata-Rata, maka ada baiknya apabila Kita terlebih dahulu menilik “Biografi & Latar Belakang Gerakan” dari seorang Said Iqbal serta mengupas “Kiprah Di Percaturan Kancah Perpolitikan Nasional & Perburuhan Tanah Air” guna membuka “TOPENG” akan “Siapa Sejati-nya seorang Said Iqbal itu…?”, sehingga Kita pun dapat menangkap dengan “JELAS” dan mengetahui secara “TERANG-BENDERANG” akan di bawa ke arah “Manakah Pernyataan-Pernyataan dari seorang Said Iqbal Yang ANEH Nan KONTROVERSIAL dalam Dunia Perburuhan ini…?”

 

 

BIOGRAFI & LATAR BELAKANG GERAKAN

Ada “UDANG” di Balik “BATU” dari Gagasan-Gagasan Besar
Seorang “SAID IQBAL”……

 

Ir. H. Said Iqbal, ME nama lengkapnya. Ia lahir di Jakarta, 5 Juli 1968. Pendidikan semasa SMA ditempuhnya di SMAN 51 Jakarta (1987 tamat sebagai juara umum). Dan kemudian mengenyam pendidikan lanjut pada perguruan tinggi di Politeknik (Teknik Mesin) Universitas Indonesia, Sarjana (S1) Teknik Mesin Universitas Jaya Baya, serta menyelesaikan gelar Master dalam bidang Ekonomi (S2) di Universitas Indonesia.

Aktivitasnya kerapkali disibukkan dengan berbagai Kursus, Workshop alias Diklat (Pendidikan dan Pelatihan), serta Seminar dan Symposium, baik itu yang diselenggarakan di dalam negeri maupun yang diselenggarakan di luar negeri; terutama di bidang Ketenagakerjaan dan Perburuhan. Ia pun pernah menjadi anggota tim perumus UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2/2004 tentang Pengadilan Perburuhan (PPHI), dan menjadi peserta maupun pembicara dalam sejumlah Seminar dan Kongres baik di tingkat Nasional dan Regional maupun pada tingkat Dunia yang didadakan di Singapura, Jepang, Jerman, Thailand, Australia, Swiss, Afrika Selatan, Korea Selatan, Hongkong, Brazil, dan juga Malaysia.

Secara Organisatoris, pada tahun 1992 -1997, ia pernah menjabat menjadi Ketua umum Serikat Pekerja di sebuah perusahaan elektronik tempatnya bekerja di kawasan Bekasi. Dan pada tahun 1999 – 2006, ia menjadi Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Kini, ia adalah Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) merangkap Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Jadi tak mengherankan dengan latar belakang keterlibatan dalam pergerakan buruh membuatnya paham betul akan seluk-beluk dan segala permasalahan yang dihadapi oleh para buruh.

 

 

KIPRAH DI PERCATURAN KANCAH PERPOLITIKAN NASIONAL & PERBURUHAN TANAH AIR

Secara Tersirat, “SAID IQBAL” Jelas-Jelas Mempergunakan “BURUH” sebagai
“OBJEK” dari Kendaraan Perpolitikan-nya……

 

Hujatan dan kritikan terhadap Said Iqbal yang dikarenakan terkait dengan ambisi pribadinya, yang mana diduga hanya memanfaatkan isu buruh sebagai Kendaraan Politik-nya. Seperti Kita ketahui bersama bahwa Said Iqbal adalah memang mantan seorang Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Nomor Urut 2 (Dua), di mana ternyata seorang Said Iqbal sudah terbukti GAGAL TOTAL melenggang ke Kursi Senayan yang “Nyaman Nan Empuk” itu.

Rupa-rupanya kegagalan seorang Said Iqbal dalam melenggang ke Senayan tersebut membuatnya merubah halauan pada Kendaraan Perpolitikan yang dipergunakannya dari yang semula di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi berubah ke Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dan PENULIS pikir bahwa ini adalah sebuah pilihan dan motivasi yang tergolong sangat wajar sebab isu-isu perburuhan adalah merupakan isu-isu yang amat sensitive banget, dan yang tentunya akan banyak memperoleh perhatian serta liputan dari para “Kuli Tinta” Media Massa Cetak dan Awak Media Massa Elektronik. Dengan keberhasilannya guna mendapatkan liputan dari berbagai Media Massa tersebut, maka secara otomatis nama Said Iqbal pun akan melambung drastis dan berkibar kencang di Jagad Percaturan Perpolitikan Nasional, yang terutama terkait dengan isu-isu “Nan Hangat dan Kontroversial” di sekitar Perburuhan Nasional dan International.

Tentu masih amat “Segar” dalam ingatan Kita bahwa pada Dua tahun yang silam, seorang Said Iqbal berhasil memobilisasi massa buruh guna melakukan Unjuk Rasa (Aksi Demo) besar-besaran di jantung Ibukota Jakarta. Dalam Orasi Unjuk Rasa (Aksi Demo)-nya, Said Iqbal secara terang-terangan menolak “JOKOWI” (Joko Widodo) untuk mencalonkan diri menjadi Calon Presiden (Capres) dengan menuduh “JOKOWI” (Joko Widodo) bahwa kebijakan “FOKE” (Fauzi Bowo) dan Sutiyoso terhadap “Nasib Buruh” katanya “JAUH LEBIH BAIK” dibandingkan dengan kebijakan “JOKOWI” (Joko Widodo) terhadap “Nasib Buruh”.

Tentu saja dalam hal ini pemikiran seorang Said Iqbal mendapatkan kritikan tajam di berbagai jaringan Media Sosial (medsos) alias Social Media (socmed), yang disebabkan karena asal njeplaknya seorang Said Iqbal yang TANPA disertai dengan dasar fakta-fakta yang sesuai. Sekedar informasi saja bahwa pada masa pemerintahan Gubernur “FOKE” (Fauzi Bowo), rata-rata kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta MASIH di Bawah 10% (Sepuluh Persen), sedangkan pada masa pemerintahan Gubernur “JOKOWI” (Joko Widodo), maka kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta TELAH Mencapai 44% (Empat Puluh Empat Persen). Dari data tersebut dengan sangat JELAS dapat dilihat bahwa pada era pemerintahan Gubernur “JOKOWI” (Joko Widodo-lah terjadinya kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang TERTINGGI sepanjang sejarah propinsi DKI Jakarta. Jadi oleh sebab itulah maka patut Kita pertanyakan bersama bahwa dari manakah Dasar-nya “DALIL” Klaim yang dilontarkan oleh Said Iqbal itu, sehingga ia dengan gigih-berani-nya mengatakan bahwa seorang “FOKE” (Fauzi Bowo) “JAUH LEBIH BAIK” dibandingkan dengan seorang “JOKOWI” (Joko Widodo)…?

Selain asbun (asal bunyi), Said Iqbal pada kenyataannya juga lebih condong untuk memilih mempergunakan jalur Unjuk Rasa (Aksi Demo), jalur Mogok Kerja ataupun kadang-kala melakukan “Sweeping” dari satu Pabrik ke Pabrik yang lainnya dibandingkan dengan memilih melalui jalur Diplomasi alias jalur Musyawarah untuk mencapai Mufakat. Tuntutan yang disuarakan oleh Said Iqbal terkadang seringkali juga tidak masuk di akal sehat, yang mana permintaannya malahan dirasakan sangat memberatkan bagi Pengusaha, dan bahkan BUKAN-nya mencari Solusi yang “TEPAT”, namun malahan dapat membuat permasalahan semakin menjadi “RUNYAM”. Tentu saja langkah dan gebrakan dari seorang Said Iqbal yang “NAN SENSASIONAL” dan disertai dengan “MUATAN INTRIK POLITIK” ini memperoleh Kritikan TAJAM dari sesama Organisasi Buruh yang ada di Indonesia.

Bandingkan dengan beberapa Organisasi Buruh yang ada di Bumi Nusantara ini, seperti: “Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)” yang ‘dipiloti’ oleh “Andi Gani” dan “Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)” yang ‘dinahkodai’ oleh “Mudhofir”, yang mana mereka lebih memilih mendeklarasikan diri sebagai sebuah Organisasi Buruh yang tergabung di dalam “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” bersama-sama dengan 23 (Dua Puluh Tiga) buah Organisasi Buruh lainnya. Dalam pernyataannya “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” berikrar untuk “MENGUTUK KERAS” terhadap segala tindakan Kekerasan serta Intimidasi yang mewarnai gerakan Unjuk Rasa (Aksi Demo) para Buruh.

Berikut ini adalah Butir-Butir Rangkuman dari Pernyataan Sikap yang dicetuskan oleh “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” :
       —   Setiap Aksi Buruh apapun itu bentuknya: haruslah santun adanya;
       —   Bebas dari segala tunggangan kepentingan politik manapun;
       —   Bebas dari segala aksi kekerasan dan intimidasi;
       —   Berlangsung secara tertib dan terkoordinasikan dengan baik adanya;
       —   Dilarang untuk memaksa dan berusaha keras guna mempengaruhi buruh-buruh lainnya untuk melakukan Unjuk Rasa (Aksi Demo).

Dalam poin-poin Pernyataan Sikap dari “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” tersebut yang mana secara tidak langsung (tersirat) tentu saja ditujukan kepada Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang ‘dimasinisi’ oleh “Said Iqbal”. Apalagi telah terbukti dengan NYATA bahwa Said Iqbal adalah memang mantan seorang Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Nomor Urut 2 (Dua) yang sudah GAGAL TOTAL melenggang ke Kursi Senayan yang “Nyaman Nan Empuk” tersebut. Jadi sangat wajar bukan bahwa di mana kini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berkoalisi erat dengan Partai Gerindra, maka seorang Said Iqbal pun mau tidak mau HARUS membawa serta seluruh gerbong Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)-nya guna seirama dan bersama-sama mengikuti gerbong Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini senantiasa selalu bergandengan tangan dengan eratnya bersama Partai Gerindra.

Jadi berdasarkan atas pemaparan di atas yang telah PENULIS sampaikan dengan GAMBLANG adanya, maka pertanyaannya adalah :   ❝ Masihkah dapat “DIPERCAYA” bahwa seorang Said Iqbal ini TIDAK mungkin mempergunakan “BURUH” sebagai “OBJEK” dari Kendaraan Perpolitikan-nya……?? ❞

 

 

KEMBALI PADA INTI/POKOK PERMASALAHAN YANG DIPERSOALKAN OLEH SAID IQBAL

Adanya Pembodohan Publik Ala Presiden KSPI, “SAID IQBAL”

 

Sesaat setelah Membaca pernyataan yang diutarakan/dikemukakan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, pada Media On-Line “Kompas.com”, PENULIS kemudian segera menghubungi salah seorang kawan dari PENULIS (sebut saja namanya “Uday Nara”) yang kebetulan pernah bekerja dan menetap selama beberapa tahun lamanya di negaranya “Siti Nurhaliza”, seorang penyanyi kondang asal “Negeri Jiran”.

Singkat cerita, “Uday”, begitulah ia biasa disapa, pernah bekerja dan menetap di Malaysia sejak awal tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2014, dan sampai sekarang masih mengikuti semua perkembangan di negara tersebut, meskipun sejak pertengahan tahun 2014 ia sudah jarang bepergian ke negaranya si “Upin & Ipin” tersebut. Jadi kalau ada pemberitaan yang berkaitan dengan negara Malaysia, maka memori otaknya secara otomatis akan segera merespon: "Bener nggak sich pemberitaannya ini ya……??".

Pernyataan dari Said Iqbal di Media On-Line “Kompas.com” sungguh sangat menyesatkan, Said Iqbal dengan culasnya berusaha memutar-balikkan fakta yang ada guna menciptakan/membentuk opini yang mana sifatnya dapat menggiring pada pemodohan publik. Seharusnya ia lebih cocok menjadi Presiden Konfederesi Provokator Buruh Indonesia (KPBI) ketimbang menjadi Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Said Iqbal sudah mencampuradukkan Upah Minimum dan Upah Rata-Rata. Dan yang lebih fatalnya lagi bahwa ia malahan memasukkan negara Singapura sebagai salah satu negara pembandingnya, dengan tujuan di mana diharapkannya dapat menjadi tolak-ukur dan barometer dalam pernyataannya tersebut. Padahal semua orang tahu bahwa negara Singapura itu sama sekali tidak memiliki Sistem Upah Minimum.

Said Iqbal lantas memberikan pernyataan bahwa rata-rata Upah Minimum buruh di Tiga negara: Thailand, Malaysia dan Filipina adalah sebesar USD. 390 atau setara Rp. 5.331.300,-

Yang sekiranya perlu dan harus dipahami dengan bijak adalah bahwa Indonesia ini terdiri dari banyak sekali kota dan kabupaten, sehingga Upah Minimum pada setiap kota/kabupaten pun berbeda-beda adanya. Tak perlu jauh-jauh membandingkanya dengan negara-negara lainnya, coba Kita bandingkan saja Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta dengan di propinsi Nusa Tenggara Timur maupun di daerah-daerah lainnya, akan nampak mencolok bahwa perbedaannya sungguh benar-benar sangat jauh sekali. Jadi kalau rata-rata Upah Minimum buruh di negara Kita ini kecil, ya memang sudah amat sangat wajarlah adanya, dan juga tentu saja bahwa Kita sama sekali tidak boleh menyama-ratakan Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta dengan di propinsi Nusa Tenggara Timur. Kalau ada yang menutut akan perihal ini, maka PENULIS pun kemudian akan berpikir bahwa orang tersebut sekiranya harus dicek untuk Kesehatan Jiwa dan Pikiran-nya di Psikiater.

Sebagai gambaran bahwa Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta adalah Rp. 2.700.000,- namun di propinsi Nusa Tenggara Barat hanyalah Rp. 1.330.000,- di propinsi Lampung Rp. 1.581.000,- di propinsi Sulawesi Tengah Rp. 1.500.000,- di propinsi Maluku Utara Rp. 1.577.000,- dan masih banyak lagi daerah-daerah lainnya yang Upah Minimum buruhnya sama sekali TIDAK SAMA dan bahkan lebih kecil dengan yang ada di propinsi DKI Jakarta. Ada 33 Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berbeda-beda nilainya berdasarkan atas kebijakkan perhitungan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing propinsi di Indonesia tersebut. Bandingkan saja dengan yang ada di negara Malaysia, di mana hanya mempergunakan Dua perhitungan untuk Upah Minimum region/wilayahnya yakni untuk region Peninsular adalah RM. 900,- dan untuk region East Malaysia adalah RM. 800,-

Apalagi mau membandingkan rata-rata Upah Minimum buruh di negara Indonesia dengan Upah Minimum buruh di negara Singapura, di mana luasnya tak lebih besar dari pulau Flores di propinsi Nusa Tenggara Timur, dan sangatlah mustahil untuk dipaksakan memiliki Upah Minimum baik secara nasional maupun per region/wilayah-nya masing-masing. PENULIS berpikir bahwa sesekali Said Iqbal ini harus melakukan Studi Banding ke negara Singapura, supaya penglihatannya dapat dicelikkan dan juga guna membuka wawasannya mengenai apa yang menjadi sumber mata-pencaharian penduduk di sana. Apa ada buruh Pabrik Tekstil di negara Singapura ya…? Pabrik yang memproduksi kebutuhan sehari-hari seperti Odol, Sabun, Makanan, dan lain sebagainya ya…? Sebab di negara Singapura itu, yang demikian kecil pulaunya adalah sama sekali tidaklah memungkinkan untuk didirikannya Pabrik/Industri apapun juga. Adanya di negara Singapura itu adalah Pusat-Pusat Perkantoran sebagai Lalu-Lintas Perdagangan Barang di wilayah Asia Tenggara, dan juga Pusat-Pusat Perbelanjaan Barang dan Pelayanan Jasa/Servis. Jadi, apakah dapat dikatakan “WARAS” kalau Kita kemudian membandingkan rata-rata Upah Minimum para pekerja di negara Singapura yang kotanya sangat jauh lebih maju dibandingan dengan Ibukota Jakarta, dan juga kota-kota/kabupaten-kabupaten lainnya yang ada di propinsi-propinsi di negara Indonesia ini, yang mana memiliki 33 Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berbeda-beda nilainya berdasarkan atas kebijakkan perhitungan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing propinsi di Indonesia tersebut.

Lagipula biaya hidup di negara Singapura adalah amat sangat tinggi sekali. Kalau di sini Kita bisa makan Nasi Goreng dengan Uang sejumlah Rp. 10.000,- s/d Rp. 15.000,- maka di negara Singapura untuk harga sepiring Nasi Goreng di kelas standart Rumah Makan biasa adalah SGD. 5 s/d SGD. 10, bayangkan dengan Rate/Kurs Rp. 9.700,- per Singapore Dollar (SGD)-nya saja, maka Kita mau nggak mau harus merogoh kocek senilai Rp. 48.500,- s/d Rp. 97.000,- WOW, sungguh sebuah harga yang cukup MAHAL tentunya bagi seorang buruh pabrikkan di negara Indonesia hanya untuk melahap sepiring Nasi Goreng doang lho…

Demikian halnya pula dengan data dari seorang Said Iqbal tentang Upah Minimum di negara Malaysia, tepatnya di Ibukota Kuala Lumpur, yang katanya adalah sebesar Rp. 3.4 Juta, entah dia dapat dari mana asalnya data yang sama sekali tak akurat ini deh. Padahal beberapa saat yang lalu, Perdana Menteri Malaysia, Dato' Sri Mohd Najib Tun Abdul Razak atau biasa disebut dengan Najib Razak, baru saja mengumumkan perencanaan kenaikkan Upah Minimum buruh di negara Malaysia dalam presentasi dan pemaparannya mengenai “Budget 2016” (semacam RAPBN di Indonesia), untuk region Peninsular menjadi RM. 1.000,- dari yang semula adalah RM. 900,- dan untuk region East Malaysia menjadi RM. 920,- dari yang semula adalah RM. 800,- sedangkan untuk Rate/Kurs Malaysian Ringgit (RM) ke Indonesian Rupiah (IDR) adalah Rp. 3.200,- per Malaysian Ringgit (RM)-nya, sehingga jikalau dengan Upah Minimum buruh di region Peninsular yang menjadi RM. 1.000,- tentu saja kalau di-Rupiah-kan adalah berkisar sekitar Rp. 3.200.000,- sementara Upah Minimum buruh di Malaysia itu baru akan aktif mulai tanggal 01 Juli 2016, padahal Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta juga sudah mengalami kenaikkan menjadi Rp. 3.100.000,- per tahun 2016 ini.

Jadi apabila seorang Said Iqbal mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa Upah Minimum buruh di negara Indonesia sudah tergolong tinggi, maka justru malahan PENULIS-lah yang akan mempertanyakan kembali: "Apakah seorang Said Iqbal itu otaknya dalam keadaan “WARAS” apa tidak ya…?

Pada kesempatan yang baik ini, PENULIS juga hendak mempertanyakan isu yang kini marak beredar bahwa Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memungut 1% (Satu Persen) dari gaji masing-masing anggotanya (yang terdiri dari para buruh), Apakah benar demikian adanya ya…?

Jika benar memang demikian adanya, maka betapa sejahteranya jikalau menjadi seorang Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sebab dari Upah Minimum Propinsi (UMP) DKI Jakarta saja yang adalah sebesar Rp. 3.100.000,- dikalikan 1% (Satu Persen) yang adalah merupakan pungutan menjadi anggota Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), maka akan didapatkan nilai adalah sebesar Rp. 31.000,- untuk per orangnya. Sehingga dengan total keanggotaan Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang kini jumlahnya adalah sekitar 250 Ribu orang buruh untuk propinsi DKI Jakarta saja, maka per bulannya Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bisa menerima Dana Pungutan untuk “PAJAK PREMAN” yang jumlahnya adalah sebesar Rp. 7.750.000.000,- atau 7,75 Miliar Rupiah per bulannya. Nah, berdasarkan atas data keanggotaan dari Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) per akhir tahun 2014 saja, jumlah anggotanya di seluruh Indonesia sudah mencapai mencapai hampir sekitar 1.8 Juta orang buruh, dapat dibayangkan tuh berapa ya kira-kira Dana Pungutan untuk “PAJAK PREMAN” yang bisa diterima oleh para Pengurus-nya ya…?

Dan jika benar memang demikian adanya, maka PENULIS dapat sangat memaklumi di mana Said Iqbal selalu berusaha sebegitu rupa guna memprovokasi dan membodoh-bodohi para buruh secara khususnya dan juga masyarakat umum lainnya, dengan dasar pemikiran yang sangat “SIMPLE” (sederhana) bahwa dengan adanya setiap kenaikan Upah Minimum buruh di Indonesia yang berarti pula adanya kenaikan “GAJI” dari seorang Said Iqbal beserta kawan-kawannya di jajaran para Pengurus Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

PENULIS juga sangat berharap bahwa “ISU” yang beredar tentang adanya pungutan atas keanggotaan Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini, semoga TIDAKLAH BENAR adanya, dan mungkin saja kiranya seorang Said Iqbal sudilah mengklarifikasikannya. Namun sebaliknya apabila memang TERNYATA BENAR demikian adanya, PENULIS berkeinginan untuk sekiranya mengajak Said Iqbal guna hanya sekedar minum Kopi, dan INSHA'ALLAH PENULIS mampu kalau cuma hanya sekedar Traktir untuk minum secangkir Kopi yang termahal di Indonesia, bahkan untuk menyeruput secangkir “ES KOPI VIETNAM” sekalipun……

 

 

Sunday, February 7, 2016

Mantan Dirut Pelindo II, RJ LINO :   ❝ Kesalahan Terbesar Saya, “TIDAK NYETOR”…… ❞

 

RJ LINO dituduh korupsi karena memutuskan penunjukan langsung pengadaan crane yang menurut dia harganya lebih murah.

 

 

Mantan Dirut Pelindo II (Persero) Tbk., RJ LINO (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)

 

Richard Joost Lino (63) tengah berada di dua bandul ekstrem kehidupan. Di sisi yang satu, dia diakui banyak kalangan begitu sukses menakhodai Pelindo II menjadi BUMN dengan kinerja mengkilap. Dalam lima tahun, aset Pelindo melesat 73 persen menjadi Rp21,7 triliun di akhir 2014. Laba bersihnya di tahun yang sama mencapai Rp1,6 triliun.

“Ingat, di Pelindo II ada uang cash sekitar Rp18,5 triliun,” katanya kepada Bareksa. Data dan analisis mengenai kas senilai Rp18,5 triliun itu bisa dibaca melalui tautan ini.

Angka-angka itu niscaya membuat banyak pihak — terlebih para politisi — meneteskan air liur.

Di sisi yang lain, pria yang pernah dinobatkan Majalah Tempo sebagai The Best CEO pada 2012 ini, belakangan berturut-turut dihantam persoalan dari segala penjuru. Ia tak henti dirongrong demo serikat pekerja, kantornya digerebek polisi, di-pansus-kan DPR, dijadikan sasaran tembak banyak politisi, dan terakhir, dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ihwalnya: Lino dipersalahkan melakukan penunjukan langsung pengadaan twin-lift crane yang dia yakini harganya lebih murah dan punya kapasitas lebih besar.

Alumnus Teknik Sipil ITB ini mengawali karirnya di Pelabuhan Tanjung Priok sejak 1978 dan lalu bergabung di Pelindo II pada 1984. Sempat hijrah ke China menjadi Project Director di AKR Naning, dia lalu dipanggil pulang oleh Menteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil, dan didaulat menjadi Direktur Utama Pelindo sejak 2009.

 

 

Berikut ini adalah Petikan Wawancara khusus Kami dengan RJ LINO :

 

Anda dituduh korupsi. Apakah Anda, keluarga, atau kenalan dekat Anda menerima uang suap atau imbalan lain terkait kasus yang dituduhkan ini?
Saya, keluarga saya, istri saya, anak saya, saya sendiri, bisa dicek di semua bank account kami. Tidak ada. Bersih sama sekali. Kalau kenalan saya tidak tahu, batasan ‘kenalan dekat’ itu kan tidak jelas.

Apa bukti bahwa pernyataan Anda itu benar?
Bisa dilihat dari laporan penelusuran aliran dana oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) waktu di Panitia Khusus (Pansus) DPR. Kalau ada bukti saya salah, pasti udah ribut. Saya pasti sudah jadi bancak’an (diperas beramai-ramai, red).

Sepengetahuan Anda, atau pengacara Anda, apakah KPK memiliki bukti aliran uang suap atau imbalan kepada Anda, keluarga, atau orang dekat Anda?
Saya tidak mengerti. Tapi saya mendapat informasi mereka (KPK) minta informasi ke BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) mengenai kasus maintenance (pemeliharaan) untuk crane. Kasus ini awalnya dari audit investigasi BPKP di tahun 2011 dan hasilnya dinyatakan tidak ada kerugian negara.

 

 

Untuk menyaksikan/melihat tayangan Video Wawancara dengan
Mantan Dirut Pelindo II (Persero) Tbk., RJ LINO, maka silahkan Klik pada Tautan ini.

 

Jadi, Anda dipersalahkan persisnya karena apa?
Saya juga tidak mengerti secara persis. Tapi, kalau melihat surat panggilannya, itu karena proses pengadaan crane yang dilakukan melalui penunjukan langsung dan dalam proses pengadaan itu kami menambahkan maintenance.

Urusan maintenance itu jauh sekali dari garis-komando saya sebagai Dirut. Itu di level operasional. Di Pelindo II, mungkin saya satu-satunya dirut yang hampir tidak pernah meneken kontrak. Hanya hal-hal tertentu saja saya ikut teken kontrak. Saya tidak mengikuti proses lelang, pengumuman lelang, siapa yang menang, pembayaran… Saya tidak pernah ikut. Kami bagi-bagi tugas, karena pekerjaan begitu banyak. 

Nah, kenapa dalam kasus pengadaan crane ini saya ikut masuk, karena selama periode 2007-2009 sudah sembilan kali lelang tapi gagal terus.

Akhirnya ditunjuk langsung?
Karena sudah sembilan kali lelang gagal, pada lelang ke-10 kami undang tiga perusahaan. Dua dari China, satu dari Korea. Dua perusahaan China ini adalah yang waktu saya di China bikin seleksi untuk Aero, dua perusahaan itu masuk daftar. Jadi, hanya dua itu yang kami undang dalam lelang Pelindo II.  

Lalu kami kasih tahu bujetnya, owner estimate berapa. Karena nilainya rendah, yang dari Korea tidak jadi memasukkan penawaran. Sehingga yang masuk cuma dua dari China. Penawaran pertama lebih rendah dari owner estimate kami. Penawaran kedua di atas bujet. Jadi, sebetulnya kalau langsung menunjuk saja yang mengajukan penawaran pertama, selesai, tidak akan ada yang meributkan. Sudah 10 kali lelang, bayangkan! 

Kebetulan, perusahaan pertama itu juga menawarkan option yang semula tidak kami minta, yaitu twin lift crane. Sebagai catatan, awalnya yang kami lelang itu single lift crane.

Twin lift crane yang ditawarkan perusahaan ini punya kapasitas 50 ton. Harganya di bawah bujet, anggaran masih cukup, dan twin lift crane itu bisa angkat 2 x 20. Di Indonesia, kontainer itu sebagian besar 20 feet. Jadi, bagus sekali. Sekali angkat bisa dua sekaligus, hampir dua kali kapasitas single lift crane. 

Yang jadi pertimbangan saya juga waktu itu, pelabuhan-pelabuhan kita seperti di Pontianak, Panjang, Palembang lokasinya di tengah kota. Jadi memperluas dermaga sudah tidak mungkin. Satu-satunya jalan untuk meningkatkan kapasitas adalah dengan menggunakan alat yang lebih tinggi seperti ini. 

Apalagi, begitu lihat angka penawarannya, saya surprised sekali. Langsung saya bilang, "Oke, panggil orang ini, tunjuk langsung. Negotiate for twin lift."

Nah, ini yang sekarang malah diributkan. Katanya, kok pengadaannya tidak melalui proses lelang lagi. Padahal, jelas-jelas harga twin lift crane ini lebih murah dari penawaran kedua yang single lift. Jadi, atas dasar itu, ya sudah saya ambil saja yang twin lift.

Yang disoal adalah soal penunjukan langsung. Tapi bukankah dalam proses 9-10 kali lelang yang terus gagal itu juga sempat ada dua kali penunjukan langsung dan lalu gagal juga? Apakah  penunjukan langsung dibolehkan menurut peraturan internal Pelindo II dan pemerintah?
Penunjukan itu dibolehkan, kalau setelah berkali-kali lelang gagal. Dua kali lelang gagal saja, sudah bisa penunjukan langsung. Atau, untuk pengadaan aset yang bersifat kritikal. Crane di dermaga itu aset kritikal. Selain itu, di samping penting, harganya juga lebih murah. Jadi, apa salah saya?

Lebih murah? Berapa persen selisihnya? 
Saya kira sampai 20-30 persen.

Lalu, apa dasar dari tuduhan kerugian negara itu?
Saya melihatnya begini. Ada dua hal. Karena ini penunjukan langsung, tanpa lelang, lalu dianggap bertentangan dengan aturan. Karena melawan aturan, pemenang lelang jadi diuntungkan. Padahal, pada saat itu terjadi penumpukan di pelabuhan Pontianak. Ongkos mencapai Rp5-6 juta per kontainer. Kan masyarakat yang jadi korban.  

Sebelum pembelian crane ini, pernah terjadi penunjukan langsung di Pelindo II?
Pernah, karena memang ada aturannya. 

 

 

Grafik :   Pertumbuhan Aset Pelindo II, 2010 - 1H 2015.

Sumber: Pelindo II

 

Soal perpanjangan kontrak Hutchison di JICT (anak perusahaan Pelindo II) itu bagaimana? Benarkah bila diperpanjang justru lebih menguntungkan daripada tidak diperpanjang? 
Jadi begini, kontrak dengan Hutchison itu kan berawal di tahun 1999, bukan saya yang bikin. Tahun 1999, setelah krisis, kita jual apa aja dan kalau ada yang mau beli itu sudah bagus. Kontrak ini nanti berakhir 2019. 

Sementara itu, sekarang kita punya proyek New Priok dan kita mencari partner di mana bisa ambil 49 persen saham. Kita 51 persen. Kami lakukan tender internasional. Kami undang PSA, MT, China Merchant, Mitsui, dsb. Yang menang Mitsui, harga yang ditawarkan bagus sekali. Dibandingkan kontrak JICT yang diteken tahun 1999 lalu itu, selisihnya memang besar. 

Sementara itu, kontrak dengan Hutchison masih sampai 2019. Saya mau renegosiasi kontrak JICT itu dengan terms (persyaratan) yang lebih baik dibandingkan New Priok sebagai patokan. Ini kan bagus sekali untuk Indonesia.

Negeri ini katanya mau mengajak investor asing supaya masuk di infrastruktur. Buat saya, di sektor infrastruktur barang yang sudah dibangun di sini kan tidak bisa mereka bawa pulang. Kalaupun ada investor asing yang mau 100 persen di infrastruktur, biarkan saja. Daripada kita mau sok nasionalis, malah jadi mahal buat apa? Jadi, uangnya bisa dipakai buat yang lain. 

Performa Hutchison sendiri selama 15 tahun bagus. Karena itu saya mulai kontak mereka. Saya bilang, “Anda bisa buat terms lebih baik daripada New Priok sebagai benchmark? Kalau bisa, kita bicara, kita bisa pertimbangkan kasih perpanjangan di JICT.”

Mereka bisa terima konsep seperti itu.

Kemudian kami mula-mula menanyakan kepada BPKP dari segi komersial kalau kami bisa bikin term-nya lebih bagus, apakah bagus buat Indonesia? BPKP menjawab: proceed. 

Saya lalu tanya tim hukum Pelindo II, dari segi legal apakah bisa diperpanjang? Apakah ada masalah dengan konsesi? Jawabnya: yes bisa diperpanjang dan tidak ada masalah dengan konsesi.

Kami lalu mulai proceed sesuai rekomendasi BPKP itu, pakai financial advisor terkemuka. Beberapa yang kami undang termasuk Rothschild, Deutsche Bank, JP Morgan, dsb. Mereka diperkuat tim hukum dan konsultan engineering dari BMT, Inggris. 

Dewan Direksi akhirnya menyatakan setuju. Mereka mulai bernegosiasi dengan tim Hutchison Hongkong. Saya juga bertanya secara resmi ke JAM Datun (Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) sebagai pengacara negara, apakah kontrak bisa diperpanjang? Jawabnya: yes, bisa.

Jadi, BPKP, JAM Datun, external lawyer, semua jawab kontrak bisa diperpanjang.  

Setelah selesai kita negosiasi, angka final sudah kami dapatkan, kami bikin semacam kesepakatan dengan CEO Whampoa Group (perusahaan induk Hutchison). Angka itu sekali lagi kami kirim ke BPKP, kami minta di-review apakah itu sudah bagus buat kita, bisa diperpanjang atau tidak. 

BPKP bikin laporan Januari sampai Mei. Setelah empat bulan lebih, kesimpulannya: hasil review yes, commercially yes.

Kemudian kami minta rekomendasi komisaris. Setelah itu kami kirim ke pemegang saham, Kementerian BUMN. Di sini timbul persoalan. Saya mengerti, beberapa pejabat Kementerian BUMN terlibat dalam kontrak JICT pada 1999 lampau itu. 

Menteri BUMN Pak Dahlan Iskan waktu itu support. Tapi ada pejabat lain reluctant untuk kasih perpanjangan. Pejabat ini perlu dipertanyakan karena dia terlibat dalam kontrak 1999. Begitu dikasih perpanjangan dengan terms yang jauh lebih bagus, kan jadi bisa langsung dibandingkan dan kelihatan jeleknya kontrak 1999 dulu itu. Kalau tidak diperpanjang, kan tidak bisa diperbandingkan. Yah, manusiawi lah…

Kami bahkan juga meminta pendapat KPK. Jawaban KPK: kalau sesuai aturan ya silakan saja.

Bagaimana dengan keberatan Menteri Perhubungan?
Oleh Kementerian Perhubungan, kami disuruh coba lelang lagi, dengan right to match untuk Hutchison. Atas permintaan itu, kami lelang lagi. Selain Hutchison yang dianggap operator pelabuhan nomer satu di dunia, kami minta penawaran dari the best four. Kami minta ke PSA, China Merchant, dsb.

Jadi, perpanjangan kontrak Hutchison di JICT sudah dilakukan melalui lelang?
Sudah, dengan right to match itu. Kami bilang ke Hutchison yang memegang kontrak saat ini, “Kalau ada orang lain nawar dan kamu tidak bisa ikutin harga mereka, sorry.” 

Kami minta the best four operator pelabuhan dunia untuk memasukkan penawaran, yakni: PSA, MTNT Maersk Line, China Merchant, dan DP World. Semua menjawab, “Pak Lino, you get the best offer for Indonesia already. we cannot bid better than Hutchison.”

Dengan kondisi seperti itu kan harusnya selesai. Eh, tapi setelah itu Menteri Perhubungan bilang bahwa ini perlu ada konsesi sehingga tidak bisa langsung diberikan perpanjangan kontrak.

Lho, kok konsesi? Konsesi itu urusannya Pelindo II dengan negara. Ini perpanjangan kontrak, urusan saya dengan anak usaha saya sendiri. Kok butuh konsesi? Saya ngotot di situ. Kami rapat dengan Menko Perekonomian, saya terus ngotot. Akhirnya, saya minta pendapat JAM Datun.

Surat Anda ke JAM Datun ini yang kedua kali…
Ya, yang pertama tadi apakah secara kontrak bisa diperpanjang atau tidak, yang kedua ini mengenai konsesi karena ada surat dari Menteri Perhubungan. Jawaban JAM Datun: tidak perlu konsesi. Ada analisis hukumnya, saya berikan ke Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan.

Kemudian ganti menteri. Saya mesti menjelaskan lagi dari awal. Saya lalu menjelaskan ke Bu Rini Sumarno (Menteri BUMN era Jokowi). Saya jelaskan, IRR (Invetment Rate of Return) Hutchison hanya 5,5 persen. Bu Rini kaget kok mau investor asing dengan angka segitu. Biasanya, IRR di jalan tol untuk investor asing itu 20 persen. Kalau Mitsui biasanya 12-16 persen. Ini kok mau 5,5 persen saja? 

Berdasarkan analisis Deutsche Bank saya kasih lihat untuk Whampoa Group, IRR hanya 4,5 persen, cost of fund hanya 1,5 persen. Karena mereka sudah lama di Indonesia, country risk bisa dihilangkan. Jadi untuk mereka IRR 5,5 persen dengan perpanjangan kontrak, sudah dianggap bagus.

Bu Rini bilang, “Pak Lino, apakah bisa minta tambahan advance payment ke mereka?”

Saya kirim surat ke mereka, “Ini permintaan menteri saya, apakah kamu (Hutchison) bisa kasih tambahan?”

Dari Hutchison di JICT, kita dapat upfront fee US$200 juta, di luar itu kita dapat dividen 51 persen dari net profit.

Mereka jawab setuju ada tambahan $15 juta. 

Banyak yang mempertanyakan kok Anda nekat memperpanjang kontrak Hutchison di JICT padahal sehari sebelumnya ada surat dari Komisaris Utama Pelindo Tumpak Hatorangan agar jangan diperpanjang?
Bukan begitu. Begini yang sebenarnya. Pansus membuat pernyataan itu hanya berdasarkan surat Pak Tumpak yang sepotong. Waktu Pak Tumpak menulis surat itu, didasarkan rekomendasi yang tidak lengkap, tidak ada rekomendasi dari JAM Datun.  

Maksud Anda, jadi ada dua surat Komisaris Utama Pelindo II di mana di surat yang kedua Tumpak menyatakan setuju?
Iya. Banyak orang cuma melihat surat pertama yang tidak setuju. Tidak dilihat surat yang lain yang menyatakan setuju. Saya melakukan perpanjangan itu prosesnya sudah panjang. Mau apa lagi? Saya belum minta izin Tuhan saja itu… Ha‥ha‥ha‥ha…

Anda merupakan salah satu tokoh yang membantu Presiden Jokowi merumuskan program unggulan tol laut. Tapi lalu Anda digerebek polisi, di-pansus-kan. jadi tersangka KPK. Ada apa sebenarnya?  
Kesalahan terbesar saya ada dua. Pertama, perusahaan ini (Pelindo II) terlalu kaya. Jadi, kalau dulu tidak menarik, sekarang jadi menarik sekali. Juga ada banyak orang yang saya usir dari Pelindo II. Kedua, saya tidak nyetor, tidak bagi-bagi uang……

 

 

Jawa Pos National Network (JPNN)

 

Social Media News Feed of Mr. President “JOKOWI” or His Excellency Joko Widodo :